Komentari Gatot Nurmantyo, Moeldoko Pakai Kata Subjektif dan Perasaan

Kamis, 01 Oktober 2020 – 13:38 WIB
Presiden Jokowi bersama Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko, di Istana Merdeka, Kamis (26/9). Foto: M Fathra Nazrul Islam/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko menyatakan bahwa pencopotan Gatot Nurmantyo dari Panglima TNI tak ada kaitannya dengan instruksi soal nonton bareng film G30S/PKI.

Moeldoko yang juga mantan Panglima TNI menilai Gatot terlalu naif apabila menganggap Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencopotnya cuma karena urusan perintah soal nonton film buatan pemerintah Orde Baru tersebut.

BACA JUGA: Selesai Menyekar di TMP Kalibata, Gatot Nurmantyo Cs Didemo

"Tentang pencopotannya, itu pendapat subjektif. Karena itu penilaian subjektif, ya, boleh-boleh saja sejauh itu perasaan," jelas Moeldoko saat diwawancarai, Kamis (1/10). 

Namun, belum tentu anggapan Gatot itu sama dengan yang dipikirkan atasannya. "Perasaan itu belum tentu sesuai dengan yang dipikirkan oleh pimpinannya," tutur Moeldoko.

BACA JUGA: Sepertinya Film G30S Cuma Fiksionalisasi Soeharto sebagai Pahlawan Penumpas PKI

Peraih Adhi Makayasa dari Akademi Militer 1981 itu menambahkan, pergantian Panglima TNI merupakan hak prerogatif presiden berdasarkan berbagai pertimbangan.

"Bukan hanya pertimbangan kasuistik, tetapi pertimbangan yang lebih komprehensif," jelas dia.

BACA JUGA: Gatot Nurmantyo Berjualan Isu PKI demi Pilpres 2024?

Mengenai isu kebangkitan komunis yang diperbincangkan jelang peringatan Hari Kesaktian Pancasila, Moeldoko menyebutnya hal itu biasa dibahas dari berbagai aspek, termasuk politik.

Meski demikian, Moeldoko mengajak generasi bangsa untuk mempelajari peristiwa sejarah.

"Jangan sampai melupakan peristiwa sejarah. Kesaktian Pancasila mari kita maknai secara lebih luas. Pancasila harus mewarnai seluruh segi kehidupan kita, bukan sekadar bicara peristiwa 1965," jelas Moeldoko.

Moeldoko menganggap peristiwa 1965 merupakan pelajaran agar negara selalu waspada.

"Jangan sampai nanti kita masuk pada situasi yang sama, tetapi modelnya berbeda. Peristiwa-peristiwa itu harus menjadi ingatan. Kita harus berpikir maju, tetapi tetap tidak boleh melupakan masa lalu. Jangan sekali-sekali kita melupakan sejarah," tegas Moeldoko.(tan/jpnn)


Video Terpopuler Hari ini:


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler