jpnn.com, JAKARTA - Pemilu Serentak 2019 dianggap masih banyak persoalan. Muncul wacana pemisahan kembali pelaksanaan pemilu legislatif dan presiden untuk pesta demokrasi 2024 nanti. Anggota Komisi II DPR Achmad Baidowi menjelaskan pelaksanaan Pemilu Serentak 2019 merupakan perintah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor: 14/PUU-XI/2013 yang kemudian diatur pada Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017.
Menurut Baidowi, saat menyusun RUU Pemilu, Panitia Khusus DPR sudah mendengarkan keterangan beberapa pihak, termasuk penggugat (EG), untuk memastikan apa yang dimaksud serentak. Dia menjelaskan, pemilu serentak yang dimaksud adalah pelaksanaan pada hari dan jam yang sama.
BACA JUGA: Ustaz HNW Ingatkan KPU Buktikan Diri Bisa Dipercaya
“Jika kemudian ada tafsir baru terhadap keserentakan yang dimaksud putusan MK, maka ada peluang untuk mengubahnya di RUU Pemilu, namun keterangan para penggugat di hadapan pansus tidak boleh diabaikan begitu saja,” ujar Baidowi, Selasa (23/4).
Wakil sekretaris jenderal (wasekjen) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu menjelaskan, terkait wacana pemecahan pemilu nasional (pilpres, DPR, DPD) dan daerah (pilkada dan DPRD), sebenarnya juga menjadi problem hukum.
BACA JUGA: HNW Juga Anggap Pemilu 2019 Terburuk di Era Reformasi
“Karena putusan MK juga menyatakan bahwa pilkada bukan rezim pemilu sehingga pembiayaan menjadi tanggung jawab pemda. Sementara pembiayaan pemilu nasional menjadi tanggung jawab pemerintah pusat,” katanya.
BACA JUGA: Politikus PKS Usul Evaluasi Total Pemilu Serentak 2019
BACA JUGA: Ada Kesepakatan, KPU Tidak Gelar Pemungutan Suara Ulang di Sydney
Karena itu, ujar Baidowi, usulan pemecahan pelaksanaan pemilu ini juga memiliki kendala dari aspek landasan hukum karena sudah ada putusan MK. “Maka untuk mengubah putusan MK tersebut perlu dilakukan amandemen UU 1945 yang langsung mengatur mengenai pelaksanaan pemilu,” jelasnya.
Terkait banyaknya korban dari penyelenggara pemilu ad-hoc sejak awal pihaknya sudah meminta KPU menyiapkan asuransi bagi mereka. Adapun ketentuan pembayaran premi diatur bersama pemerintah atau kementerian keuangan. “Karena kami menyadari tugas berat mereka yang harus melaksanakan tugasnya dalam satu hari penuh,” katanya.
Nah, dari berbagai persoalan di atas, pihaknya sepakat melakukan revisi UU Pemilu untuk perbaikan sistem ke depan, namun tidak menabrak ketentuan hukum yang lebih tinggi. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sekjen Demokrat Sebut Ada Kesalahan Entri Data di Sistem Hitung KPU
Redaktur & Reporter : Boy