jpnn.com, JAKARTA - Komisi III DPR soroti proses eksekusi terpidana korupsi proyek Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) Raja Ampat Papua Tahun 2012, Selviana Wanma atau SW oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).
Eksekusi Mantan Ketua DPD II Golkar Raja Ampat, Papua Barat ini menjadi polemik lantaran saat ditangkap pada Jumat pagi (5/6) oleh Tim Intel Kejaksaan di kediamannya, Duren Sawit, mendadak sakit dan meminta dirawat di Rumah Sakit MMC.
BACA JUGA: Sudah Bisa Ikut Rapat Golkar, Kok Koruptor Proyek PLTD Raja Ampat Masih Dirawat?
Anehnya, sehari setelah dia ditangkap, yang bersangkutan ikut dalam Rapat Koordinasi Teknis (Rakornis) Golkar DPP Golkar bersama Ketua DPD I dan II Golkar Papua-Papua Barat dalam kondisi sehat.
Anggota Komisi III DPR Habib Aboe Bakar Alhabsyi mengimbau aparat penegak hukum baik utamanya Kejaksaan Agung untuk tidak pandang bulu dalam menegakkan keadilan. Hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu.
BACA JUGA: Politikus Golkar Kaget Koruptor Proyek PLTD Raja Ampat Muncul di Rapat Partai
"Siapapun jika bersalah hukum harus ditegakkan. Mau itu politisi, pejabat, petinggi partai atau siapapun sama di hadapan hukum," tegas politikus PKS ini di Jakarta, Rabu (17/6).
"Indonesia akan maju apabila hukum tidak hanya tajam ke bawah tapi tumpul ke atas. Hukum harus berasaskan berkeadilan," tegas dia.
BACA JUGA: Top! Kejaksaan Agung Berhasil Tangkap Koruptor Proyek Pembangkit Listrik Raja Ampat
Anggota Komisi III DPR I Wayan Sudirta mengapresiasi langkah Jaksa Agung Burhanuddin dan jajaran yang berhasil menangkap SW yang telah masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 2016. "Jaksa Agung-nya bagus, itu terbukti bisa menangkap buron yang sudah lama jadi DPO. Termasuk mengungkap kasus Jiwasraya dan kasus-kasus lainnya," jelas I Wayan.
I Wayan memaklumi Kejagung tidak bisa melakukan eksekusi kepada terpidana yang tengah sakit. Apalagi saat ini juga tengah pandemi Covid-19 sehingga perlu kehati-hatian untuk menjalankan proses eksekusi.
Namun sangat disayangkan jika sehari setelah ditangkap, SW malah kedapatan mengikuti pertemuan pribadi melalui virtual streaming padahal yang bersangkutan mengaku sakit dan menjalani perawatan di rumah sakit.
"Pertanyaannya, sudahkah terpenuhi seluruh persyaratan medis dan yuridis bahwa yang bersangkutan memenuhi syarat sebagai terpidana untuk opname di rumah sakit? Nah supaya tidak menimbulkan fitnah dan pertanyaan-pertanyaan baru, sebaiknya Kejaksaan bersikap transparan dalam hal ini. Penting bagi Kejaksaan menjelaskan prosedur yang bersangkutan masuk rumah sakit, tanpa ada yang ditutup-tutupi," saran dia.
Dia pun berharap proses eksekusi disegerakan jika yang bersangkutan dinyatakan sehat oleh rumah sakit. Bagaimana pun jukum akan ditegakkan tanpa pandang bulu dan berlaku bagi semua orang, termasuk kepada SW. "Harus disegerakan eksekusi jangan sampai ada kesan tarik ulur waktu," tambah dia. (dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : Adil