Komisi VI DPR RI Desak 2 Permenperin Dibatalkan, Begini Alasannya

Kamis, 06 Januari 2022 – 12:33 WIB
Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Darmadi Durianto. Foto: Dokumentasi pribadi

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR RI Darmadi Durianto menyoroti Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia No: 58 Tahun 2020 yang terbit tanggal 14 November 2020 Tentang Pemberlakukan Standar Nasional Indonesia Peralatan Dapur dan Peralatan Pemanas Cairan Untuk Pemanfaat Listrik Rumah Tangga Secara Wajib.

Tak hanya soal Permenperin tersebut, Darmadi Durianto pun menyoroti aturan turunannya yaitu Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia No: 10 Tahun 2021 yang diterbitkan tanggal 3 Mei 2021 Tentang Lembaga Penilaian Kesesuaian Dalam Rangka Pemberlakuan Dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia Peralatan Dapur Dan Peralatan Pemanas Cairan Untuk Pemanfaat Listrik Rumah Tangga Secara Wajib.

BACA JUGA: Top1 dkk Teriak Biaya Sertifikasi Pelumas Wajib SNI Rp 200 Juta Kemahalan

Menurut Darmadi, sesuai dengan Permenperin 58 tahun 2020 tersebut bahwa produk peralatan dapur dan peralatan pemanas cairan, wajib memilik SNI dan sertifikasi harus dilakukan oleh Lembaga Sertifikat yang ditunjuk pemerintah.

Namun, kata Darmadi, Permen Industri No. 58 tahun 2020 tersebut tidak disebut Lembaga Sertifikasi Produk yang ditunjuk sehingga praktis Peraturan Menteri ini tidak dapat dilaksanakan.

BACA JUGA: HPPP Kembali Sabet Pengharagaan dari SNI Award 2021

“Padahal peraturan tersebut berlaku 1 tahun sejak diundangkan yaitu di 23 Desember 2020 maka semua tersebut wajib SNI di 23 Desember 2021,” ungkap politikus PDIP itu kepada wartawan, Kamis (6/1/2022).

Meski Permenperin No. 10 tahun 2021 terbit pada tanggal 3 Mei 2021 tentang penunjukkan Lembaga Sertifikasi Produk tersebut, namun sampai sekarang tidak ada Public Hearing ataupun Sosialisasi mengenai penerapannya secara teknis.

BACA JUGA: Komisi VI DPR RI Minta Hentikan Politisasi Isu Impor Baja

Oleh karena itu, menurut Darmadi, praktis hampir semua Pelaku Usaha khususnya di bidang produk yang disebutkan di atas tidak mengetahui adanya Permen Industri No. 10 tahun 2021 tersebut.

Bendahara Megawati Institute itu juga menambahkan sesuai teori Morality of Law yang dicetuskan oleh Ahli Hukum yang bernama Lon Fuller, yang mengatakan bahwa hukum dan moralitas adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan.

“Menurut Lon Fuller, Produk Hukum, sebagai aturan yang dikeluarkan Pemerintah, harus dapat menciptakan kepastian hukum bagi masyarakat ataupun pelaku usaha. Namun sering kali peraturan perundang-undangan yang dibentuk gagal memberikan kepastian hukum bagi masyarakat maupun pelaku usaha, yang pada akhirnya gagal menciptakan ketertiban hukum," tegas Darmadi.

Darmadi mengatakan hal tersebut seharusnya dicegah oleh Pemerintah, sebagaimana filosofi nawacita UU No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Menurut dia, Permenperin Nomor 58 tahun 2020 berpotensi mengganggu kepastian hukum bagi Pelaku Usaha dan merugikan UMKM penyalur produk-produk tersebut,

Sebab, untuk produk-produk tersebut tidak mungkin bisa mendapatkan SNI wajib pada Desember 2021, karena keterbatasan waktu dan keterbatasan fasilitas Lembaga Sertifikasi Produk yang ditunjuk di Permen Industri No. 10 tahun 2021. Bahkan banyak Lembaga Sertifikasi Produk yang ditunjuk belum di-akreditasi sehingga meragukan apakah tujuan awal diberlakukannya SNI wajib ini untuk menjaga kualitas produk yang beredar dapat dicapai.

“Apabila Lembaga yang mensertifikasinya pun banyak yang belum ter-akreditasi," kata Darmadi mengingatkan.

Lebih lanjut, Darmadi menjelaskan di dalam Pasal 1 angka 8 dan 9 UU No. 7 tahun 2014 tentang Perdagangan disebutkan:

Pasal 1 (8) : ”Standar adalah persyaratan teknis atau sesuatu yang dibakukan, termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak/Pemerintah/ keputusan internasional yang terkait dengan memperhatikan syarat keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pengalaman, serta perkembangan pada masa kini dan masa depan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya.”

Pasal 1 (9) : ”Standardisasi adalah proses merumuskan, menetapkan, menerapkan, memelihara, memberlakukan, dan mengawasi Standar yang dilaksanakan secara tertib dan bekerja sama dengan semua pihak.”

Bahkan lebih jauh dalam Pasal 2 UU No. 14 tahun 2021 tersebut menyebutkan bahwa:

”Kebijakan Perdagangan disusun berdasarkan asas:  a. kepentingan nasional; b. kepastian hukum; c. adil dan sehat; d. keamanan berusaha; e. akuntabel dan transparan; f. kemandirian; g. kemitraan; h. kemanfaatan;  i. kesederhanaan; j. kebersamaan; dan k. berwawasan lingkungan.”

Jelas sesuai dengan UU tersebut, bahwa seharusnya Pemerintah melalui Mentri Perindustrian dalam merumuskan suatu standarisasi produk harus dan wajib melibatkan semua Pihak, dan memperhatikan kepentingan semua Pihak termasuk Pelaku Usaha dan UMKM.

Terkait dengan Permenperin No. 10 tahun 2021 ini, Darmadi secara tegas mencurigai bahwa ada kepentingan tertentu dari dikeluarkannya Permen tersebut.

Darmadi menduga ada permainan tertentu di Kementerian Perindustrian, karena Permen tersebut diindikasikan dikeluarkan secara sembunyi-sembunyi tanpa sosialisasi dan persiapan yang matang.

“Hal tersebut sering dilakukan oleh Kementerian Perindustrian dengan mengeluarkan peraturan-peraturan yang acap kali menyulitkan para Pelaku Usaha dan UMKM, tanpa perhitungan dan persiapan yang matang, yang hanya menguntungkan segelintir pihak," kata Darmadi.

Agar tak jadi preseden buruk, Darmadi pun mendesak Peraturan Menteri Perindustrian No. 10 tahun 2021 ini dibatalkan.

"Dan, apabila akan diterapkan Sertifikasi SNI wajib, perlu dibuat sistem dari pembuatan peraturan, sosialisasi kepada Pelaku Usaha dan UMKM serta kesiapan Lembaga Sertifikasinya secara matang dan tertata dengan baik sehingga Pelaku Usaha dan UMKM siap melaksanakannya dengan baik," ujar Darmadi Durianto.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler