Top1 dkk Teriak Biaya Sertifikasi Pelumas Wajib SNI Rp 200 Juta Kemahalan

Selasa, 26 Februari 2019 – 21:02 WIB
Ilustrasi lini produk oli Top1. Foto: Dedi Sofian/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Top1 bersama Exxon, Total, Chevron, STO dan banyak lagi yang tergabung dalam anggota Perhimpunan Distributor, Importir dan Produsen Pelumas Indonesia (Perdippi) menolak tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) Pelumas Secara Wajib pada 10 September 2018 dan berlaku mulai 10 September 2019.

Alasanya, Top1 mengakui untuk mendaftarkan sertifikasi itu sangat mahal. Bahkan bisa mencapai ratusan juta rupiah.

BACA JUGA: Top1 Tambah Varian Baru Oli Motor dan Mobil

"Kami menolak karena biaya sertfikasi per satu Stock Keeping Unit (SKU) mencapai 200 juta. Untuk itu kami yang tergabung dalam Perdippi menolak adanya peraturan SNI," beber Brand Activation and Public Relations Manager PT Topindo Atlas Asia Akmeilani saat ditemui di Jakarta Barat, Senin (25/2).

Wanita yang akrab disapa Mei itu menjelaskan, 1 SKU itu seperti oli SHE 10-40 mau kemasan 800 atau 1 liter dihitungnya satu SKU. Sementara itu harganya sekitar 200 jutaan rupiah.

BACA JUGA: Dua Produk Pelumas Ini Diformulasikan untuk Mobil LCGC

Apalagi, kata Mei, Top1 sendiri saat ini memiliki 30 SKU yang mana akan sangat memberatkan mereka untuk mengikuti proses SNI. "Top1 saja sekarang sudah ada 30 SKU, kalau dikalikan Rp 200 juta sudah berapa biayanya?" keluh Mei.

Meskipun tidak menggunakan SNI sebagai standar, Top1 bersama anggota Perdippi lainnya lebih memilih untuk melalukan standardisasi melalui Nomer Pelumas Terdaftar (NPT). Untuk NPT sendiri biaya pengujiannya hanya Rp 5 juta.

BACA JUGA: Keluhan Importir Pelumas Soal Wajib SNI, Ini Kata Pemerintah

"Untuk NPT sendiri biaya pengurusanya lebih murah, NPT itu hanya Rp 5 juta pengurusannya dan itu berlaku 4 tahun. Kalau SNI ada biaya audit ke negara asal tergantung dari mana pabrik itu berasal. Semakin jauh sudah pasti biayanya semakin tinggi, cukup mahal dibanding dengan NPT yang Rp 5 jutaan," kata Mei.

Menurut Mei, biaya audit pun ditanggung oleh brand dan tentunya akan menambah pengeluaran. Tapi terlebih lagi pabrik produk berada di luar negeri ditambah dengan biaya akomodasi setiap pengaudit yang bertugas.

"Untuk biaya lembaga LSPro (Lembaga Sertifikasi Produk) dan itu cukup tinggi misalkan Sucofindo menetapkan biaya man per day. Berapa orang yang ke sana dikali berapa orang yang ditugaskan, belum uang saku, akomodasi dan tiket pesawat serta hotel," sambung Mei.

Seperti Top1 sendiri, lanjut Mei, memiliki pabrik di Amerika Serikat. Menurutnya tetap masalah kalau memang mendatangkan mereka ke sana. "Berat banget dong, kita harus mengeluarkan berapa untuk mendatangkan mereka ke pabrik," pungkas Mei. (mg9/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Importir Oli Sebut Sertifikat SNI Tak Berguna


Redaktur & Reporter : Dedi Sofian

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler