jpnn.com, BATAM - Komisi VII DPR RI melakukan kunjungan kerja (kunker) reses di Batam.
Di sana, para legislator itu mendengarkan masukan dari pihak terkait terhadap aturan larangan ekspor pasir laut.
BACA JUGA: Komisi I DPR Ajak Korsel Hadiri G20, Ternyata Responsnya Begini
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno menyebutkan, setelah mendengar beberapa masukan ini, pihaknya bakal menggelar rapat bersama pemerintah pusat untuk menyelesaikan persoalan tersebut.
Menurut Eddy, perizinan penambangan pasir laut di Indonesia perlu dikoordinasikan.
BACA JUGA: Sekjen DPR Ungkap Kronologi Pengadaan Gorden Rumah Dinas Legislator, Oh Ternyata
Dalam rapat dengar pendapat (RDP) pada Januari 2022, Komisi VII DPR RI mengungkapkan dua kementerian yang memperebutkan tata kelola usaha penambangan pasir.
Keduanya adalah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
BACA JUGA: DPR RI Terkesan dengan Teknologi Nano Milik Iran, Lihat nih
"Persoalan yang melibatkan Kementerian ESDM maupun KKP diselaraskan lagi. Peraturan yang ada tumpang-tindih," ungkap Eddy.
Hal ini dikatakannya saat memimpin tim kunker di Kantor Badan Pengusahaan (BP) Batam, Rabu (11/5).
Eddy menuturkan, tim kunker reses Komisi VII menerima masukan dari kepala daerah tingkat II di Provinsi Kepulauan Riau soal keterlibatan mereka dalam izin pertambangan itu.
"Sebab, sebenarnya, mereka paling mengetahui kondisi daerah dan dampaknya terhadap lingkungan," sebut politisi Fraksi PAN itu.
Dalam pertemuan ini, Komisi VII DPR tak menampik bahwa pasir laut menyimpan potensi ekonomi yang besar dan berpeluang mendongkrak pendapatan negara bukan pajak (PNBP).
Karena itu, kata Eddy, perlu dilakukan evaluasi terhadap peraturan larangan ekspor yang saat ini berlaku.
"Tentu harus dilakukan kajian yang mendalam jangan sampai permasalahan ini mendatangkan pendapatan bagi negara, tetapi berdampak buruk terhadap lingkungan," urai Eddy.
Selain mengkaji, Komisi VII DPR segera mengupayakan rapat gabungan dengan pemerintah pusat dan pihak terkait lain untuk membahas persoalan itu. (mrk/jpnn)
Redaktur : Tarmizi Hamdi
Reporter : Tarmizi Hamdi, Tarmizi Hamdi