jpnn.com, JAKARTA - Indonesia masih menduduki peringkat ketiga tertinggi di Asia Tenggara untuk persoalan stanting. Salah satu prosentase dari jumlah stanting itu adalah 37,2 persen. Kalau ada 10 anak di Indonesia, maka 4 orang anak itu terkena stanting.
Demikian terungkap dalam RDPU Komisi X DPR RI dengan Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah Yogyakarta bersama Forum Lintas Agama di Gedung DPR, Senayan, Jakarta.
BACA JUGA: DPR Dorong LKBN Antara jadi Kantor Berita Sesungguhnya
Organisasi Nasyiatul Aisyiyah dan Forum Lintas Agama memaparkan mengenai isu dan keresahan yang sama yaitu tentang kondisi negara Indonesia yang saat ini dirasa mengabaikan persoalan stanting.
Organisasi Nasyiatul Aisyiyah dan Forum Lintas Agama berharap, isu stanting itu tidak hanya menjadi persoalan pada dunia kesehatan saja, tetapi seluruh komponen bangsa juga harus ikut memikirkannya.
BACA JUGA: Demi Efisiensi, PLTD Yang Kecil Ditutup Saja
“Ini adalah persoalan yang serius, tidak hanya darurat pada kondisi ekonomi atau kekerasan, tetapi sudah darurat pada kondisi stanting. Kami ingin menyampaikan dan menggerakkan
seluruh elemen bangsa untuk gerakan zero stanting. Kami bersama seluruh elemen juga sudah mempersiapkan untuk menyampaikan bahwa persoalan stanting adalah juga masalah
pendidikan,” ucap koordinator perwakilan organisasi yang hadir.
Menanggapi persoalan itu, Wakil Ketua Komisi X DPR RI Ferdiansyah yang memimpin jalannya pertemuan tersebut menyatakan bahwa Komisi X siap untuk membantu mensosialisasikan terkait persoalan stanting.
BACA JUGA: Era Jokowi, Respons Publik Terhadap Isu Papua Sangat Positif
Sementara Anggota Komisi X DPR RI Popong Otje Djundjunan menegaskan bahwa masalah pendidikan dan kesehatan memang bisa dibedakan, tetapi tidak bisa dipisahkan. “Secara eksplisit, salah satu penyebab anjloknya peraihan medali adalah karena kurang gizi. Soal gizi ini adalah persoalan yang super penting,” tandas Popong Otje, Senin (27/11).
Popong Otje mengatakan, setelah mendapatkan masukan dan informasi, Komisi X punya kewajiban untuk menyampaikan persoalan itu kepada pemerintah sesuai dengan bidang
Komisi X.
Sebetulnya pemerintah bukan tidak ada kemauan politik untuk masalah ini, sejak zaman Orde baru pemerintah sudah berusaha yakni dengan keberadaan Posyandu dan PKK. Itu adalah kemauan politik dari pemerintah untuk menangani masalah ini. Hanya saja begitu masuk Orde Reformasi, Posyandu dihilangkan semua.
“Padahal untuk program yang bagus, kenapa harus dihilangkan. Oleh karenanya kejadian seperti itu tidak boleh terulang lagi,” pungkasnya.(adv/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Respons Publik Terhadap Pemberitaan Papua Sangat Baik
Redaktur : Tim Redaksi