Komisi XI DPR Optimistis UU Cipta Kerja Tingkatkan Penerimaan Pajak

Jumat, 18 Desember 2020 – 12:00 WIB
Wakil Ketua Komisi XI DPR Eriko Sotarduga. Foto: Humas DPR.

jpnn.com, JAKARTA - Bank Dunia mencatat rasio pajak Indonesia paling rendah dibandingkan negara berkembang lain (emerging and developing market economies/ EMDEs).

Berdasarkan data yang dirilis Bank Dunia, Indonesia berada pada peringkat ke-73 dari 190 negara dengan skor kemudahan berusaha 67,96 pada 2020 yang cenderung stagnan dari 2019.

BACA JUGA: Azis Syamsuddin Berharap Leading Sector Lain Contoh KSP yang Sosialiasikan UU Ciptaker

Wakil Ketua Komisi XI DPR Eriko Sotarduga optimistis bahwa klaster perpajakan dalam Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja atau UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja mampu mengoptimalkan penerimaan pajak dalam jangka panjang.

Eriko mengaku adanya optimisme sektor perpajakan melalui terbitnya UU Ciptaker tersebut.

BACA JUGA: UU Ciptaker Beri Peluang UMKM dan Koperasi sebagai Pelaku Usaha KEK

Bahkan, ia mengatakan, Indonesia tengah bersiap menjadi negara maju dengan pendapatan per-kapita masyarakat yang tinggi pada 2045.

Menurut Eriko, diaturnya klaster perpajakan di dalam UU Ciptaker bertujuan untuk meningkatkan pendanaan investasi yang nantinya dapat menyerap tenaga kerja seiring dengan tantangan bonus demografi di masa mendatang.

BACA JUGA: Eriko: Tolong Sampaikan ke Pak Presiden Kalau Tidak Mampu, Diganti

Selain itu, mendorong kepatuhan wajib pajak dan wajib bayar secara sukarela, dan meningkatkan kepastian hukum.

"Terlebih di situasi pandemi seperti ini kita harus dapat segera memulihkan ekonomi kita,” kata Eriko saat menghadiri Gelar Wicara "UU Cipta Kerja Klaster Kemudahan Berusaha Bidang Perpajakan" yang digelar Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan di kantor pusat DJP Kemenkeu, Jakarta, Rabu (16/12).

Ketua DPP PDIP itu mengatakan dalam UU Ciptaker terdapat klaster perpajakan yang memuat empat pasal, yang secara langsung mengubah UU Ketentuan Umum Perpajakan, UU Pajak Penghasilan, UU Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Menurut Eriko, untuk menyelesaikan permasalahan perpajakan, perlu diatur kebijakan baru guna melakukan perbaikan secara struktural dan fundamental.

Misalnya, melalui penghapusan pajak penghasilan (PPh) atas dividen dalam dan luar negeri selama diinvestasikan di Indonesia. Penyusunan tarif PPh Pasal 26 atas Bunga. Penghasilan warga negara asing (WNA) dan subjek pajak dalam negeri (SPDN) hanya atas penghasilan dari Indonesia.

Selanjutnya, relaksasi hak perkreditan pajak masukan bagi pengusaha kena pajak. Penyesuaian sanksi administrasi dan imbalan bunga. Terakhir, rasionalisasi pajak daerah dalam rangka mendukung kebijakan fiskal nasional dan kemudahan berusaha.

Eriko berharap, semua langkah tersebut dapat makin memberikan kepastian hukum dan menghindari berbagai masalah perpajakan.

“Saya melihat adanya perbaikan dan kepastian hukum dalam berbagai masalah perpajakan dalam undang-undang ini," kata Erio.

Karena itu, Eriko berharap dalam diskusi tersebut dapat saling memberikan masukan, baik dari pelaku usaha, asosiasi, konsultan, dan akademisi.

"Sehingga seluruh lapisan masyarakat dapat mengerti terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di dalam ketentuan atau peraturan yang baru dan juga implementasi ke depannya,” tutup Eriko. (rls/jpnn)

Video Terpopuler Hari ini:


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler