Komitmen Indonesia Melawan Sampah Plastik di Laut

Rabu, 15 November 2017 – 14:51 WIB
Menteri LHK Siti Nurbaya saat mengikuti salah satu sesi di Paviliun Indonesia, COP 23 UNFCCC di Bonn, Jerman. Foto: Humas KLKH for JPNN.com

jpnn.com, BONN - Memasuki minggu kedua pelaksanaan COP 23 UNFCCC di Bonn, Jerman, delegasi Indonesia mengangkat salah satu tema penting dalam diskusi Paviliun Indonesia, yaitu Combating Marine Plastik Debries, dengan keynote speaker Menteri Koordinator Kemaritiman, Luhut B. Panjaitan, dan Utusan Khusus Sekretariat Umum PBB untuk Kelautan, Peter Thomson.

Luhut menyampaikan bahwa Indonesia saat ini menghadapi dua tantangan besar, yaitu menjaga laut tetap bersih dan memelihara keberlanjutan keanekaragaman hayati di wilayah perairan. Selain itu tantangan nyata adalah menghadapi perubahan iklim.

BACA JUGA: Menteri Siti: Perhutanan Sosial Menjadi Perhatian Dunia

Indonesia menyadari bahwa sampah plastik dan microplastik merupakan ancaman terbesar bagi keanekaragaman hayati perairan saat ini. Sampah laut telah menjadi isu nasional, regional, dan global, di mana jika hal ini terus dibiarkan, bisa mengakibatkan ancaman polutan yang lebih besar.

''Permasalahan sampah plastik menjadi salah satu hal penting untuk dipecahkan, karena sampah membawa kerusakan terhadap keanekaragaman hayati, lingkungan, perekonomian, dan kesehatan manusia,'' ujar Luhut.

BACA JUGA: Begini Cara Pemerintah Indonesia Sukseskan Perhutanan Sosial

Luhut menjelasakan, inisiasi Indonesia dalam melawan sampah plastik laut telah diajukan dalam pertemuan Worlds Ocean Summit yang keempat, Konferensi PBB Kelautan, dan G20 Summit di Jerman, dengan komitmen pengurangan sampah plastik sebesar 70 persen pada tahun 2025.

Hal ini senada dengan pernyataan Menteri LHK, Siti Nurbaya. “Ketika 70 persen adalah target, maka pengertiannya adalah tujuh puluh persen dari 65 juta ton sampah di Indonesia (one in one year)," jelas Siti.

BACA JUGA: Perhutanan Sosial, Aksi Nyata Hadapi Perubahan Iklim

Sebagai catatan, sekitar 14 persen dari target tersebut adalah sampah plastik. Di dalam rencana jangka menengahnya, Indonesia bertekad untuk mengurangi sampah plastik sebanyak 70 persen di tahun 2025.

Lebih rinci Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3, KLHK, Rosa Vivien Ratnawati, menjelaskan bahwa dalam menangani sampah plastik di laut KLHK melaksanakan dengan pendekatan pengelolaan sampah di hilir yaitu selain di sungai dan pesisir.

“Saat ini telah diterbitkan Perpres No. 79 tahun 2017 tentang Kebijakan Strategis Pengelolaan Sampah Nasional yang memuat perencanaan nasional terkait kebijakan, strategi dan target pengelolaan sampah secara nasional termasuk terkait dengan penanganan sampah plastik di laut. Dalam pelaksanaan Perpres ini KLHK melaksanakan dan mengkoordinasikan 34 Kementerian/Lembaga yang terlibat,” tutur Rosa.

Seluruh provinsi, kabupaten/kota di Indonesia untuk bersama-sama mendukung tercapainya target pengelolaan sampah nasional. Selain itu yang telah dilakukan oleh KLHK adalah terus berkomitmen untuk mendukung pengelolaan sampah sebagai bagian dari circular economy melalui bank sampah, pemanfaatan sampah sebagai alternatif sumberdaya untuk infrastruktur, dan sampah untuk didaur ulang.

Dalam kesempatan ini, turut hadir Dr. Safri Burhanudin (Deputi Bidang SDM, IPTEK, dan Budaya Kemaritiman), Susan Ruffo (Trust Fee Sea Alliance), Karin Kemper (The World Bank), Inge Setyawati (Envi Plast), Dr. Martin Stuchtey (Systemiq), dan Swietenia Puspa Lestari (Aksi Penyelam Bersih Indonesia).

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, yang terdiri dari 17.000 pulau, 6 juta Km2 air, panjang garis pantai lebih dari 91.000 km, rumah bagi 23 persen mangrove dunia, 30.000 km2 rumput laut, 75% organisme laut, dan titik kritis navigasi global, Safri Burhanudin menuturkan masih banyak permasalahan yang dihadapi Indonesia.

“Saat ini Indonesia harus melawan berbagai tindak kejahatan yang terjadi di wilayah laut, seperti perburuan, perampokan, pembajakan, perbudakaan, penjualan manusia, serta penanganan dampak perubahan iklim, peningkatan layanan untuk pulau-pulau terpencil, kesehatan perairan, dimana sampah laut merupakan salah satu masalah utamanya,'' tutur Safri.

Dalam mendukung pencapaian target pengurangan sampah laut ini, maka Kemenko Kemaritiman telah menyusun Rencana Aksi Nasional, yang meliputi strategi-strategi perubahan kebiasaan, Pengurangan Buangan Berbasis Lahan, Pengurangan Buangan Berbasis Laut/Pantai, Peningkatan Penegakan hukum dan Riset teknologi.

Selain itu, Safri melanjutkan, Kemenko Kemaritiman akan mendorong isu kelautan sebagai bagian dari perubahan iklim dalam UNFCCC, meskipun belum termasuk dalam Paris Agreement. (jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dunia Mengapresiasi Strategi Indonesia Melindungi Gambut


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler