Komnas HAM: Istana Dukung Pengemisan Terbuka

Senin, 13 September 2010 – 13:39 WIB
JAKARTA - Kematian Joni Malela (45), penyandang tunanetra yang menghadiri acara silaturahim atau open house Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Istana Negara, terus menuai kritikKomisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) menilai kematian pria asal Manado yang bermukim di Banten itu, menambah panjang korban pembagian sedekah kepada penyandang cacat

BACA JUGA: Pantau Investigasi Penusukan Pendeta

Istana Negara dan lembaga kepresidenan yang selama ini menjadi simbol identitas bangsa, kini disebut menjadi ajang pengemisan terbuka berkedok silaturrahmi.

"Alih-alih mendekatkan diri kepada kaum miskin, Istana Negara justru mempraktikkan pembatasan
Bentuknya dengan membagi-bagikan uang yang menandakan hubungan kaya-miskin, bukan pemerintah-rakyat," kata Komisioner Komnas HAM, Saharuddin Daming, di Jakarta, Minggu (12/9) kemarin.

Anggota Komnas HAM yang juga seorang tunanetra itu mengatakan, pembagian amplop kepada masyarakat miskin dan penyandang cacat itu, mencederai nurani dan akal sehat

BACA JUGA: JK Sentil Teknis Open House SBY

Saharuddin mengapresiasi niat baik yang dilakukan Istana Negara, namun menurut dia cara yang ditempuh tidak tepat
"Istana adalah simbol negara

BACA JUGA: Polisi Harus Kejar Pelaku dan Otak Penusukan Pendeta

Harusnya itu tidak dilakukan dengan gegabah, dan perlu dimodifikasi agar tidak jatuh korban," ujar dia.

Berdasarkan pengalaman pribadi, Saharuddin memandang pemberian sedekah kepada penyandang cacat sangat tidak mendidikWalaupun, pemberian amplop berisi uang sebesar Rp 100 ribu itu disebut sebagai pengganti transportasiMenurut dia, tindakan itu seakan memberi sinyalemen bahwa tunanetra perlu mendapat belas kasihan.

"Kalau Presiden sungguh peduli kepada tunanetra dan penyandang cacat secara umum, maka Presiden seharusnya menggunakan wewenang untuk menghapus diskriminasi dan mengalokasikan anggaran dari APBN/APBD dengan jumlah signifikan, untuk memberdayakan mereka secara menyeluruhBukan setengah-setengah seperti ini," kata dia.

Berbicara mewakili Komnas HAM, Saharuddin mengingatkan kepada istana dan publik luas, bahwa paradigma pemberdayaan penyandang cacat tidak lagi berorientasi pada charity basedMelainkan sudah harus berubah menjadi human right basedBagi-bagi uang yang dilakukan kepada masyarakat luas dinilai kurang sehat, karena motivasi sedekah itu merendahkan harkat martabat tunanetra sendiri.

"Karena itu saya juga mengimbau kepada lembaga persatuan penyandang cacat Indonesia, agar memberi pembinaan dengan tidak merendahkan diri dan mengemis berkedok silaturahmi," pungkasnya(zul-jp)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Detasemen Khusus 88 Berubah Struktur


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler