jpnn.com - JAKARTA - Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait menemui Kepala Bareskrim Polri Komjen Anang Iskandar, Jumat (18/9), untuk meminta dukungan atas penyidikan kasus pembantaian satu keluarga di Kabupaten Bintuni, Papua Barat.
Arist mengaku sudah menjelaskan kronologis peristiwa pembantaian ibu hamil berinisial FD dan dua anaknya, PN (6) dan A (2) yang sangat sadis dan di luar akal sehat itu.
BACA JUGA: UU Pemda Dinilai Inkonstitusional, Bakal Digugat ke MK
"Kedatangan kami minta dukungan Kabareskrim. Tadi Pak Anang berjanji akan menindaklanjutinya," kata Arist, di Mabes Polri, Jumat (18/9).
Menurut Arist, hingga saat ini Polres Teluk Bintuni sudah memeriksa sejumlah saksi. Namun, kata dia, ada salah satu saksi yang merupakan oknum TNI dan sudah diserahkan ke Denpom TNI setempat. Namun, kata Arist, Denpom di sana belum mau menerima berkas itu.
BACA JUGA: Anak Buah Prabowo Nilai Penolak Pansus Pelindo II tak Paham Masalah
"Akibatnya masyarakat tidak puas dan menimbulkan situasi tak kondusif di sana," katanya.
Karenanya, Arist meminta dukungan kepada Kabareskrim sebelum berkoordinasi dengan Polda Papua Barat untuk menenangkan masyarakat di sana.
BACA JUGA: Tjahjo Bilang, Kongkalikong Pejabat Pemda-Pengusaha Sulit Dibuktikan
"Karena masyarakat di sana merasa tidak ada keadilan," kata dia.
Dalam waktu dekat, Arist mengaku akan menemui Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo agar meminta Denpom menerima berkas penyelidikan tersebut dan menindaklanjutinya.
"Kami akan ktemu Denpom ke sana. Sebelum ke sana, kami akan ketemu Panglima TNI dulu di sini minta dukungan," bebernya.
Lebih lanjut Arist mengaku belum mengetahui motif pembunuhan tersebut. Yang jelas, saat evakuasi jasad, tidak ada barang-barang korban yang hilang.
"Jadi tidak ada dugaan perampokan. Diduga ini antara pelaku dan korban kenal dan ada dendam," kata Arist.
Kronologis kejadian, Arist menjelaskan, pada 25 Agustus 2015 pukul 06.30, YH suami korban yang berprofesi sebagai kepala sekolah di sebuah Sekolah Dasar bertugas mengantar guru-guru honorer ke beberapa pulau. Anak dan istrinya pun harus ditinggal di rumah.
"Dari hasil autopsi melaporkan bahwa stengah jam setelah suami meninggalkan keluarga disitulah diduga perkosaan dan pembantaian dilakukan," ungkap Arist.
Polisi belum menetapkan satu tersangka pun dalam kasus ini, karena masih mengumpulkan dua alat bukti. Awalnya, Polda Papua Barat memeriksa 14 saksi, namun kini mengerucut kepada lima saksi yang salah satunya oknum anggota TNI.(boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... TANGKAP! Kementerian LHK Klaim Kantongi Data Pemilik Hutan yang Terbakar
Redaktur : Tim Redaksi