jpnn.com, JAKARTA - Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mengapresiasi langkah tegas Polri yang telah memberhentikan tidak dengan hormat (PTDH) tiga perwira terkait kasus pemerasan terhadap penonton Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024.
Sekretaris Kompolnas Irjen Pol (Purn) Arief Wicaksono Sudiutomo menyatakan harus ada penyelidikan lebih lanjut soal apakah ada keterlibatan oknum polisi lebih tinggi.
BACA JUGA: IPW Kritik Keras Polri Dalam Menangani Kasus Pemerasan DWP, Ada Kata Pengkhianatan
"Kompolnas menekankan bahwa penyelesaian sidang etik terhadap pelaku di tingkat tertinggi harus menjadi prioritas. Hal ini sejalan dengan Peraturan Kepolisian Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri yang mengatur bahwa penyidikan dapat dilakukan secara menyeluruh terhadap semua pihak yang terlibat," kata Arief di Jakarta, Senin (6/1).
Arief juga mendorong Polri melakukan penyidikan lebih lanjut guna mengungkap kemungkinan keterlibatan pihak lain di atas Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya (PMJ).
BACA JUGA: Polri Akan Kembalikan Rp 2,5 Miliar Hasil Pemerasan kepada Penonton DWP
Menurutnya, ini penting untuk memastikan bahwa praktik-praktik yang mencoreng nama baik institusi tidak terulang kembali.
"Starting poinnya di sidang etik, cluster paling atasnya (yang terlibat langsung) harus diselesaikan terlebih dahulu," ucap Arief.
BACA JUGA: Sidang Kasus Pemerasan Penonton DWP, AKBP Malvino Bakal Dipecat?
Dia melanjutkan jika nanti kasus ini berlanjut pada proses pidana, tidak menutup kemungkinan pihak lain yang terlibat akan diusut.
Sebagai mantan anggota polisi, Arief mengaku terkejut atas kasus ini dan menyebutkan ini bisa saja terjadi di ajang yang sama dalam tiap tahun penyelenggaraannya.
"Oleh karenanya, agar tidak terulangnya kasus serupa di masa mendatang, hal ini perlu diusut tuntas. Apalagi para korban yang warga negara Malaysia itu juga sudah melaporkan hal ini ke perwakilan polisi Indonesia di Malaysia," beber Arief.
Sementara itu, Ketua Indonesia Police Warch (IPW) Sugeng Teguh Santoso menegaskan jika rangkaian peristiwa yang terjadi adalah peristiwa pidana pemerasan dalam jabatan dan harus diproses pidana
Dia khawatir kasus pemerasan oleh oknum kepolisian di acara DWP ini tidak dilanjutkan ke jalur pidana.
Sugeng menyebutkan kekhawatiran itu hadir saat ada pernyataan Karowabprof Divpropam Polri, Brigjen Agus Wijayanto tentang pengembalian uang bukti Rp2,5 miliar kepada korban pemerasan.
"Kalau ini dikembalikan, ada potensi kehilangan barang bukti. Kalau tidak ada barang buktinya, tidak bisa untuk dilakukan proses pidana karena kekurangan alat bukti," ujar Sugeng.
Sugeng menegaskan uang tersebut seharusnya berstatus disita penyidik dan dijadikan barang bukti selama persidangan.
"Mohon menjadi perhatian Kapori jangan dilakukan kembalikan barang bukti sebelum dilakukan proses pidana dan ditetapkan pengadilan. Di kasus ini kalau tidak dilakukan proses pidana, semakin menguatkan anggapan belum seriusnya institusi Polri menindak," imbuh Sugeng.
Diketahui, dalam kasus ini sudah ada tujuh polisi terduga pelanggar yang telah menjalani Sidang Komisi Kode Etik Polri.
Baru lima polisi yang telah dijatuhkan sanksi, yakni mantan Dirresnarkoba Polda Metro Jaya (PMJ) Kombes Pol Donald Parlaungan Simanjuntak, Mantan Kasubdit III Ditresnarkoba Polda Metro Jaya AKBP Malvino Edward Yusticia, dan mantan Panit 1 Unit 3 Subdit 3 Ditresnarkoba Polda Metro Jaya AKP Yudhy Triananta Syaeful disanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).
Sementara itu, mantan Kanit 5 Subdit 2 Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Kompol Dzul Fadlan dan eks Panit I Unit II Subdit III Ditresnarkoba Polda Metro Jaya, IPTU Syaharuddin disanksi demosi delapan tahun. (mcr8/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tenaga Honorer Korupsi Dana Desa, Kerugian Negara Mencapai Rp 433 Juta
Redaktur : Rah Mahatma Sakti
Reporter : Kenny Kurnia Putra