jpnn.com, JAKARTA - Head of Global Macro Strategy Asia Manulife Investment Management Sue Trinh menilai investor harus lebih selektif dalam berinvestasi.
Pasalnya, saat ini menurut dia, kondisi ekonomi global tahun ini kemungkinan besar akan melambat signifikan.
BACA JUGA: Pengamat Ekonomi Usul Pertalite Hanya untuk Kendaraan Roda Dua, Setuju?
Hal itu disampaikan dalam acara 2022 Mid-Year Investment Outlook - Manulife Investment Management secara daring yang dipantau di Jakarta, Selasa (12/7).
"Kami mempertahankan pandangan kami bahwa ekonomi global dapat mengalami perlambatan pertumbuhan yang signifikan pada 2022. PDB global turun lebih jauh di bawah tren dan leverage yang meningkat, investor harus lebih selektif untuk menemukan ekonomi yang paling tidak rentan terhadap potensi permintaan dan guncangan pasokan," ujar Sue Trinh.
BACA JUGA: Ekonomi Global Dihantam Inflasi, Indonesia Wajib Bersiap!
Menurut Trinh, sejumlah faktor menjadi sorotan, seperti tekanan kenaikan suku bunga The Fed, perkembangan konflik Rusia-Ukraina, dan distorsi rantai pasokan terkait pandemi.
"Narasi seputar inflasi telah mengambil alih berita utama pada paruh pertama tahun ini," ungkap Trinh.
BACA JUGA: Ekonomi Global Tegang, Harga Minyak Dunia Anjlok
Dia menyebut dalam jangka pendek, hal itu terus menjadi perhatian utama bagi investor, menyebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi global dan menambah risiko terjadinya stagflasi.
Ketika perlambatan pertumbuhan memburuk, The Fed diperkirakan akan fokus pada kekhawatiran dibanding inflasi dalam keputusan suku bunga pada masa mendatang.
Berdasarkan pertemuan FOMC Juni, Manulife telah merevisi pandangan untuk memasukkan pengetatan The Fed ke depan.
"Kami terus percaya bahwa sebutan 'resesi' atau 'bukan-resesi' jauh kurang relevan dibandingkan durasi momentum pertumbuhan yang lemah. Kami melihat gambaran inflasi yang tidak merata karena lonjakan harga pangan dan energi kemungkinan akan tetap tinggi, dengan metrik lainnya menurun," ujar Sue Trinh.
Trinh menyampaikan di Asia Pasifik, negara yang menjadi penerima manfaat terbesar dari melonjaknya harga pangan dan energi antara lain Singapura, Malaysia, Australia, dan Selandia Baru.
"Namun, Indonesia menjadi negara yang paling tidak rentan terhadap potensi guncangan likuiditas bersama Filipina, Selandia Baru, dan India," bebernya.
Di sisi lain, negara yang akan menjadi penerima manfaat terbesar di kawasan tersebut baik dari goncangan pangan dan energi serta potensi goncangan likuiditas yaitu Malaysia, Vietnam, Taiwan, Australia, dan Selandia Baru.
"Kinerja ekuitas Asia selama paruh pertama 2022 berada di bawah tekanan oleh kombinasi faktor-faktor seperti kondisi moneter yang lebih ketat, prospek pertumbuhan global yang lebih lambat, peristiwa geopolitik, dan intervensi peraturan yang merugikan di Tiongkok.
Senior Portfolio Manager, Equities, Manulife Investment Management Marco Giubin menganalisis faktor-faktor yang akan terus mempengaruhi pasar ekuitas Asia dan peluang investasi potensial yang mungkin muncul di tengah tekanan tersebut.
Menurutnya, penilaian pasar Asia sekarang mendekati level terendah.
"Kami percaya bahwa sebagian besar penurunan peringkat di ekuitas Asia telah terjadi, dan kami melihat ruang lingkup terbatas untuk penurunan peringkat lebih lanjut berdasarkan asumsi kami," ujar Giubin. (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul