Konflik Hukum Cederai Rasa Keadilan

Senin, 01 Februari 2010 – 19:54 WIB
JAKARTA- Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Irman Gusman menegaskan, konflik hukum yang muncul akhir-akhir ini telah mencederai rasa keadilan publik“Untuk itu diperlukan gagasan dan pemikiran guna memperbaiki penegakan hukum utamanya bagi warga tidak mampu,” kata Irman Gusman saat membuka diskusi bertema “Membangun Politik Penegakan Hukum yang Mengakomodasi Keadilan Warga tidak Mampu” di Gedung DPD RI, Senayan Jakarta, Senin (1/2).

Selain Ketua DPD, hadir sebagai pembicara dalam diskusi itu Menkum HAM Patrialis Akbar, Gubernur Lemhanas Muladi, Ketua Komisi III DPR Benny K Harman dan Ketua Muda Pidana MA Artidjo Alkotsar.

Irman menjelaskan, selain didominasi oleh kekisruhan antara lembaga-lembaga penegak hukum, cederanya rasa keadilan publik juga dipicu oleh munculnya kasus-kasus hukum yang melibatkan warga tak mampu.

"Tragedi ini mestinya tidak boleh terjadi karena Undang-Undang Dasar RI 1945, khususnya Pasal 27 ayat (1) mengamanatkan semua orang diperlakukan sama di depan hukum

BACA JUGA: Tabungan Amiruddin Bukan Dana Bailout

Hal ini sesuai dengan konsep equality before the law mengenai pengakuan bahwa setiap orang memiliki kedudukan yang sama dalam hukum," ungkap Irman Gusman.

Bahkan, sebagai negara hukum, Indonesia dituntut untuk dapat menerapkan prinsip-prinsip yang dianut dalam supremasi hukum, antara lain persamaan dalam hukum, asas legalitas, pembatasan kekuasaan, organ eksekutif yang independen, peradilan bebas dan tidak memihak, perlindungan hak asasi manusia yang bersifat demokratis sebagai sarana untuk mewujudkan tujuan negara, dan menciptakan transparansi serta kontrol sosial, ujarnya.

“Penerapan hukum itulah dimaksudkan untuk menyelesaikan konflik yang terjadi di masyarakat, di samping sebagai alat pengendalian sosial
Namun dalam pelaksanaannya, beberapa kasus yang muncul akhir-akhir ini menunjukkan bahwa hukum tidak memihak bagi warga kurang mampu, seperti kasus Mba Minah yang mencuri 3 buah kakao dan harus berurusan dengan pengadilan,” papar Irman.

Sementara itu perlakuan yang berbeda terlihat dari beberapa tersangka kasus korupsi yang merugikan Negara milyaran Rupiah

BACA JUGA: Komisi I Apresiasi Terobosan Kemen ESDM dan Kemhan

Para koruptor masih tetap bisa menjalankan hidup mewah dan tidak mendapatkan hukuman
Dari berbagai kasus tersebut, DPD menilai bahwa buruknya penegakan hukum di Indonesia terjadi mulai dari sistem peradilan yang tidak transparan, perangkat hukum yang tidak adil, inkonsistensi aparat penegak hukum, intervensi kekuasaan, sampai perlindungan hukum yang diskriminatif, imbuhnya.

“Karena itu diperlukan reformasi sistem hukum yang lebih transparan, akuntabel, berkeadilan dan berkesinambungan,” ujarnya sambil menambahkan bahwa keteguhan komitmen dan konsistensi aparatur penegak hukum merupakan hal mendasar dan dibutuhkan untuk memperbaiki sistem hukum di Indonesia.

Sementara itu, Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar mengatakan penegakan hukum mutlak dilandasi pada supermasi hukum agar lahirnya kepastian hukum dan sustainability pembangunan nasional

BACA JUGA: Dephub Lepas 130 Unit Bus

"Kecendrungan mencapur-adukan kasus-kasus hukum dengan pendekatan politis beresiko membawa ketidakpastian hukum dan penyebab timbulnya ketidapastian dalam penegakan hukum," tegas Patrialis Akbar.

Penyimpangan atau pengingkaran terhadap supremasi hukum akan menisbikan rule of law dan mendorong negara ke arah rule of the game"Inti dari penegakan hukum tidak hanya semata-mata dilakukan untuk hanya 'menegakkan' norma/aturan tertulis saja, melainkan untuk 'menegakkan nilai-nilai keadilan yang terkandung di dalamnyaHukum tidak mungkin tegak jika hukum itu sendiri belum mencerminkan perasaan atau nilai-nilai keadilan yang hidup dalam masyarakatnya serta materinya sebagian besar merupakan warisan masa lalu yang tidak sesuai dengan tuntutan zaman."

Pada kesempatan sama, Ketua Muda Pidana MA Artidjo Alkotsar mengatakan, sebagai negara hukum, negara dituntut untuk dapat melindungi hak-hak hukum dan memberikan jalan bagi segenap rakyat untuk Access to Justice.

Bantuan hukum secara cuma-cuma merupakan bagian dari upaya membangun masyarakat madani (civil society) yang sehat dan kuatHal ini juga bertujuan untuk memberdayakan pihak yang lemah dan tidak diuntungkan agar dapat secara bersama-sama dengan kelompok yang mampu membangun struktur sosial yang adil dalam berbagai aspek kehidupan“Bantuan hukum bagi yang tidak mampu, juga akan dapat menghasilkan masyarakat yang egaliter, demokratis, dan berkeadilan,” kata Artidjo(fas/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Lahan Terlantar akan Disita Negara


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler