JAKARTA--Peristiwa pembakaran pondok pesantren Syiah di Nangkrenang, desa Karang Gayam, Sampang, Madura tak terkait dengan konflik agamaMabes Polri menyatakan bahwa peristiwa tersebut bermula dari konflik keluarga.
"Ada masalah keluarga yang memicu peristiwa tersebut," kata Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Saud Usman Nasution di Jakarta kemarin (29/12)
BACA JUGA: Usut Gratifikasi Dua Kepala Daerah, Polda Kalsel Menyerah
Saud menambahkan, konflik bermula dari kakak-adik Rois dan Rojul atau yang juga dikenal dengan Tajul MulukRupanya Rois tidak menerima keputusan Rojul
BACA JUGA: Bandara Rp139 M Beroperasi
Sebab, keyakinan Rojul membuat dirinya menjadi berbeda sendiri dari anggota keluarga lainnyaBACA JUGA: Kobar Panas, Sugianto Tantang Ditahan
Mereka berdua akhirnya menyatakan kesepakatan untuk saling menjaga kerukunan.Tapi, konflik rupanya tak terhindarkanPondok pesantren tempat Rojul berada diserbu masyarakat dan dibakarKata Saud, pihaknya sejatinya sudah mengetahui adanya upaya pembakaran tersebutNamun karena akses jalan menuju desa tersebut sulit dimasuki oleh kendaraan, pembakaran pondok tak bisa dielakkanTiga rumah dan satu musala luluh lantak.
Saud menuturkan, dalam perjalanan menuju tempat kejadian perkara, rombongan petugas sempat dihadang oleh massaAlasannya, warga tidak akan terima jika polisi akan menangkapi masyarakat"Setelah ada dialog persuasi dan dijelaskan tidak akan menangkap, warga mengizinkan masuk," katanya.
Di bagian lain, Kementerian Agama (Kemenag) benar-benar dibuat geleng-geleng kepala terkait bentrokan dua sekte Islam di SampangBeberapa jam sebelum terjadi bentrokan, kementerian berslogan Ikhlas Beramal ini menggelar pertemuan yang mengumpulkan petinggi ormas Islam
Pertemuan ini digelar untuk meneropong potensi konflik berbau agama 2012"Di luar perkiraan kami (Kemenag, Red)," tutur Wakil Menag Nasaruddin UmarApalagi, kata Nasaruddin, dalam pertemuan ini para petinggi ormas Islam terlihat rukun dengan makan bubur ayam bersama-sama.
Mantan Dirjen Bimas (Bimbingan Masyarakat) Islam Kemenag itu mengatakan, pihaknya masih terus mendalami akar persoalan sehingga memicu konflik antara sekte sunni dan syiah di PamekasanSelama belum ada kejelasan, dia berharap seluruh lapisan masyarakat supaya tidak mengeluarkan pernyataan yang menambah panas suasana di Pamekasan.
Nasaruddin menjelaskan, hasil laporan sementara dari jajaran kepolisian menyebutkan, konflik ini dipicu persoalan dua keluarga"Kebetulan dua keluarga ini berbeda mazhabSatu sunni dan satunya lagi syiah," ucap diaPerbedaan inilah yang kemudian dijadikan alat oleh keluarga tadi untuk mencari dukungan masyarakat setempat.
Bagi Nasaruddin, potensi konflik berbau perbedaan mazhab agama di pulau Madura sejatinya sangat kecilDia menyebutkan, keberadaan syiah dan sunni di pulau garam itu sudah cukup lamaDan selama ini tidak pernah ada persinggungan apapunDia berharap, kejadian sejenis tidak merembet ke kawasan Indonesia lainnya.
Nasaruddin mengingatkan, ketegangan antara syiah dan sunni di Indonesia tidak perlu terjadi"Cukuplah di Baghdad, Iran, dan Lebanon saja," pinta diaSebab, hasil kajiannya, baik syiah maupun sunni yang ada di Indonesia sudah mengalami proses "pengindonesiaan"
Jadi sudah tidak sama persis dengan sunni maupun syiah di negara asalnya sanaNasaruddin berharap, munculnya proses "pengindonesiaan" ini harusnya menjadi perekan antara kelompok syiah dan sunni di tanah air
Terkait kelompok mana yang lebih dulu masuk Indonesia, Nasaruddin mengaku sulit mendeteksiTidak ada sumber akuran yang menerangkan apakah syiah atau sunni yang masuk Indonesia duluanDia menerangkan, jika benar Islam masuk ke Indonesia sejak zaman Rasulullah atau masa khalifah Usman bin Affan, maka Islam yang masuk belum terbelah menjadi dua sekte tadi"Seperti diketahui adanya sunni dan syiah itu setelah khalifah Ali (Ali bin Abi Tholib, Red)," tandasnya(aga/wan)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Massa Siap Ribut jika Ujang Dilantik
Redaktur : Tim Redaksi