jpnn.com - JAKARTA - Konflik pertanahan yang terjadi saat ini disebabkan kurangnya pemahaman mengenai peraturan terhadap persoalan tanah. Banyak kasus dimana penerbitan Hak Guna Bangunan (HGB) tidak didasari oleh pasal-pasal dalam pertaruan yang dikeluarkan oleh Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 tahun 1999.
Seperti diungkapkan oleh salah satu pimpinan di BPN Kanwil Provinsi Jawa Barat yang namanya enggan disebutkan saat dikonfirmasi terkait dengan keluarnya HGB diatas 15 hektar yang dikeluarkan oleh BPN Kanwil Kabupaten/Kota.
BACA JUGA: Anggap Jokowi Gagal Benahi Transportasi di DKI
Dikantornya sumber mengatakan bahwa HGB yang tertuang dalam aturan adalah Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota hanya memberi putusan mengenai Pemberian HGB atas tanah yang luasnya tidak lebih dari 2.000 meter persegi.
"Untuk Kanwil tidak lebih dari 15.000 meter persegi atau 15 hektar. Jika ada HGB yang luas tanahnya melebihi seperti di aturan itu, sementara dibuat di BPN Kabupaten/Kota maka disebut cacat adminstrasi," ungkapnya.
BACA JUGA: Perjanjian Batu Tulis, Ahok: Tergantung Pihak yang Lihat
Bagaimana jika pemilik HGB itu berdalih mengacu kepada aturan yang lama yaitu Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 tahun 1972, sumber mengatakan itu tidak berlaku, sesuai dengan pasal 17 ayat 2 dimana semua ketentuan yang bermaksud melimpahkan kewenangan pemberian hak atas tanah dalam peraturan/keputusan lainnya, dinyatakan tidak berlaku.
"Yang berlaku sekarang ya Peraturan Nomor 3 tagun 1999. Saya melihat HGB cacat administrasi," tandas sumber.
BACA JUGA: KCJ Tuntaskan Pengadaan 180 Unit KRL
Diketahui persoalan HGB yang diatas 15 ribu hektar sementara dibuat di BPN Kabupaten/Kota terjadi di Depok. Tanah seluas 91 hektar milik Ida Farida yang awalnya hanya pinjam pakai kemudian dibuat HGB oleh perusahaan tanpa sepengatahuan Ida Farida.
"Patut dipertanyakan, kenapa BPN Kota Depok justru berani mengeluarkan HGB diatas 15 hektar. Apakah ada unsur kesengajaan, atau ada intervensi karena jelas ini melanggar peraturan dan melangkahi kewenangan BPN Pusat. Semoga hakim MA bisa menilai hal ini secara bijak dengan penuh rasa keadilan," kata Ida Farida.
Saat ini persoalan penerbitan HGB yang dinilai cacat administrasi ini tengah menunggu putusan Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung (MA).
Pengamat Pertanahan Karel Susetyo mengatakan persoalan atau konflik tanah memang sulit untuk dipecahkan. Tapi jika mengacu kepada aturan, maka konflik itu harus diakhiri dan bisa dimenangkan oleh pihak-pihak yang memang memiliki dokumen penting yang didasari pada putusan pengadilan atau lembaga keadilan lainnya.
"Saya rasa aturan yang memang diterbitkan oleh BPN harus ditaati dan diikuti. Jika memang ada kesalahan yang dilakukan oleh BPN Kab/Kota, maka itu perlu dievaluasi," kata Karel.
Apakah ini memang ketidakpahaman terhadap aturan tersebut atau ada mafia yang memang suka bermain di konflik pertanahan? Karel mengatakan ini bukan pada persoalan tidak paham atau ada mafia, melainkan karena isu pertanahan ini relatif bukan isu yang menarik.
"Jika memang ada konflik mengenai tanah, sebaiknya kembali kepada aturan yang berlaku. Jika memang tidak sesuai aturan, maka pihak lembaga hukum harus segera memberikan keputusan kepada yang berhak," tandasnya. (jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... 3.921 KK Mendapat Sambung Listrik Secara Gratis
Redaktur : Tim Redaksi