jpnn.com, PURWOREJO - Gubernur Jateng Ganjar Pranowo mengaku dia menghormati keputusan masyarakat Desa Wadas yang masih menolak bekerja sama dalam proses pengadaan tanah quarry untuk proyek Bendungan Bener.
Ganjar Pranowo menyatakan siap membuka ruang dialog bersama Komnas HAM membahas soal konflik Wadas.
BACA JUGA: Ganjar Datang ke Wadas dengan Tangan Terbalut Perban, Banyak Polwan, Warga Semringah
Dia menambahkan banyak pihak yang menyuarakan terkait kasus Wadas tetapi ternyata tidak paham dengan kondisi yang sebenarnya.
"Hingga tadi malam, saya mendapat telepon dan pesan dari berbagai pihak yang menanyakan terkait hal ini. Setelah saya telepon satu-satu, ternyata banyak yang tidak paham. Makanya, hari ini saya ingin memberikan keterangan agar semuanya jelas," tegas Ganjar dalam jumpa pers terkait peristiwa di Wadas di Mapolres Purworejo, Rabu (9/2),
BACA JUGA: Minta Maaf pada Warga Wadas, Ganjar Pranowo: Mungkin Ada yang Merasa tidak Nyaman
Ganjar menjelaskan Bendungan Bener adalah salah satu proyek strategis nasional di Jawa Tengah. Selain itu, terdapat 14 proyek bendungan lain yang masuk proyek strategis nasional.
Sebanyak lima bendungan di antaranya sudah diresmikan yakni Bendungan Jatibarang, Bendungan Gondang Karanganyar, Pidekso Wonogiri, Logung Kudus dan Randugunting Blora.
BACA JUGA: Ganjar Minta Warga Wadas yang Ditangkap Polisi Supaya Dibebaskan
"Yang lainnya masih dalam proses, termasuk bendungan Bener ini," tambahnya.
Proses pembangunan Bendungan Bener berjalan cukup lama, yakni sejak 2013. Dia menambahkan percepatan pembangunan memang dilakukan untuk memberikan manfaat banyak bagi warga.
Selain bisa mengaliri irigasi sebesar 15,519 hetar lahan, tempat ini juga bisa menjadi sumber air bersih, sumber energi listrik, pariwisata dan lainnya.
"Saat proses berlangsung sejak 2013 lalu, kami selalu membuka ruang dialog dengan masyarakat. Memang gugatan cukup banyak, semua kami ikuti prosesnya. Sampai detik kemarin ada gugatan kasasi yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap (inkrah) dan harus kami laksanakan," jelasnya.
Pemda kemudian membentuk tim untuk melakukan pengukuran tanah setelah gugatan warga Wadas yang menolak penambangan ditolak hingga di tingkat kasasi.
Ganjar menegaskan pengukuran dilakukan hanya pada bidang milik warga yang sudah setuju.
"Masyarakat yang setuju ini juga meminta agar tanahnya segera diukur. Itu sebenarnya yang terjadi. Jadi pengukuran kemarin untuk warga yang sudah sepakat. Untuk yang belum, kami tidak akan melakukan pengukuran dan kami menghormati sikap mereka yang masih menolak," tegasnya lagi.
Ganjar mengatakan dari total 617 hektar luas lahan yang dijadikan lokasi penambangan kuari Bendungan Bener, sebanyak 346 warga pemilik bidang tanah sudah setuju. Sementara yang menolak sebanyak 133 warga pemilik bidang tanah.
"Sisanya masih belum memutuskan. Makanya kami akan membuka lebar ruang dialog dan kami libatkan Komnas HAM sebagai pihak netral dalam kasus ini," jelasnya.
Ganjar mengaku sudah beberapa kali berkoordinasi dengan Komnas HAM terkait masalah di Wadas. Menurutnya, Komnas HAM sudah memfasilitasi dialog antara pihak pro dan kontra.
"Namun, masyarakat yang belum setuju belum hadir. Komnas HAM sampai mendatangi ke Wadas untuk terus meyakinkan. Kami sebenarnya menunggu-nunggu adanya pertemuan, sehingga kami bisa sampaikan dan kami bisa jawab apa yang mereka tanyakan," tuturnya.
Selain itu, Ganjar juga membantah isu penyerobotan tanah secara paksa oleh negara dan isu lingkungan yang disebarkan di media sosial. Menurutnya, semua informasi yang beredar terkait hal itu tidak benar.
Dia memastikan persoalan lingkungan sudah dikaji dalam dan melibatkan para pakar. Dia menegaskan isu penambangan akan merusak mata air juga tidak benar.
"Semua sudah dipaparkan. Lalu soal isu apakah tanah akan diserobot dan tidak dibayar. Itu tentu tidak mungkin. Tidak mungkin negara melakukan itu," pungkasnya. (flo/jpnn)
Redaktur & Reporter : Natalia