jpnn.com, JAKARTA - Polisi menyebut dugaan pelanggaran pidana Pemilu RI 2024 di Kuala Lumpur, Malaysia terkait dengan penambahan jumlah pemilih.
Hal itu disampaikan Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Pol. Djuhandhani Rahardjo Puro.
BACA JUGA: Bawaslu Sebut ada Eks Anggota PPLN di Malaysia Melakukan Pidana, Waduh
"Menambah jumlah pemilih. Itu yang kami dapatkan sementara," ujar Djuhandhani di Gedung Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Jakarta, Selasa (27/2).
Djuhandhani menjelaskan pihaknya telah menerima laporan dugaan pidana Pemilu 2024 dari Bawaslu pada Jumat (23/2).
BACA JUGA: Lihat Gestur Sri Mulyani Menyalami Prabowo, Lalu Duduk di Samping Tito
Laporan itu lantas diteruskan kepada para penyidik untuk dilakukan penyidikan lebih lanjut selama 14 hari.
Dia menyampaikan bahwa dugaan pelanggaran pidana pemilu tersebut kemungkinan dikenakan Pasal 544 dan 545 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilihan umum.
BACA JUGA: Rumah Mewah Menteri di IKN Jadi Gunjingan, Ini Respons MenPAN-RB
Pasal 544, yaitu memalsukan data dan daftar pemilih. Kemudian yang kedua, Pasal 545, terkait mengurangi dan menambah data pemilih.
"Itu yang sementara ini dilaksanakan penyidikan," kata jenderal bintang satu tersebut.
Dia kemudian mengatakan bahwa proses yang sedang ditangani oleh pihaknya akan dilakukan secara profesional, dan bekerja sama dengan instansi terkait, salah satunya Sentra Gakkumdu (Penegakan Hukum Terpadu).
"Namun, dalam hal ini dengan beberapa kementerian terkait kami juga melaksanakan kerja sama untuk melaksanakan proses penyidikan lebih lanjut," tuturnya.
Djuhandhani mengatakan pihaknya akan melimpahkan kasus dugaan pelanggaran pidana pemilu tersebut ke Kejaksaan bila terpenuhi unsur pidana ataupun alat buktinya.
Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja mengatakan bahwa pihaknya belum bisa berkomentar terkait penanganan dugaan pelanggaran pidana pemilu di Kuala Lumpur.
Akan tetapi, katanya, perlu diketahui bahwa penanganan tindak pidana pemilu di luar negeri pasti melalui banyak hambatan. Antara lain,pertama, yurisdiksinya bukan di wilayah Republik Indonesia.
"Kemudian juga, kalaupun melibatkan pihak yang lain tentu akan menjadi proses yang akan terus berjalan," ucap Bagja.(ant/jpnn.com)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam