Konon Jokowi Tak Hanya Menjagokan Ganjar karena Ingin Punya Saham Lebih Besar

Rabu, 31 Mei 2023 – 08:28 WIB
Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat bersama Gubernur Jateng Ganjar Pranowo. Dok: Tim media Ganjar Pranowo.

jpnn.com, JAKARTA - CEO & Founder Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago menyampaikan analisis terbaru soal percaturan politik menjelang Pilpres 2024. Dia menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak hanya menjagokan bakal Capres Ganjar Pranowo, tetapi juga Prabowo Subianto.

Pangi dalam analisisnya menyebut Pemilu 2024 adalah kontestasi elektoral paling sengit karena perbedaan elektabilitas capres naik-turun seperti roller coaster dan salip menyalip.

BACA JUGA: Belum Terlambat Mengusung Ridwan Kamil Mencegah Golkar Turun Kelas

"Baru kali ini trennya begitu kompetitif dan sangat dinamis, sehingga jumlah poros koalisi dan peran cawapres menjadi sangat krusial, apalagi top 3 capres tidak ada yang mencapai angka psikologis 60 persen," ujar Pangi dalam analisis tertulis yang diterima JPNN.com, Selasa (30/5).

Dia menilai untuk kandidat capres tidak akan ada efek kejut selain tiga nama yang telah mencuat, yakni Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, eks Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, serta Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.

BACA JUGA: Bambang Kritik Pernyataan Kapolda Bali soal Kasus Bule Bugil

"Namun untuk cawapres bukan mustahil akan ada daya kejut, bursa cawapres yang selama ini tidak pernah menjadi pergunjingan dan bising di media justru nanti akan muncul di menit-menit terakhir saat pasangan capres-cawapres diumumkan dan didaftarkan ke KPU RI," tuturnya.

Poros Koalisi dan Dukungan Jokowi

Analis politik berdarah Minang itu menyebut dinamika politik yang makin dinamis, bagi sebagian kalangan adalah peluang, harapan, dan kesempatan untuk kembali masuk ke dalam lingkaran kekuasaan. Terutama barisan dan kelompok yang selama ini beroposisi.

BACA JUGA: Hasto PDIP Minta Pertanggungjawaban Denny Indrayana

Namun, di sisi lain situasi ini ancaman yang sangat serius bagi pemerintah dan barisan koalisinya yang berpotensi akan tersingkir jika tidak cermat dalam melakukan kalkulasi politik.

Di tengah gencarnya kampanye dengan jargon "Perubahan" vs "Keberlanjutan" Pangi melihat koalisi justru terbentuk ke dalam dua poros tersebut. Namun, situasi itu jika dikaitkan dengan volatilitas elektabilitas tiga nama capres, Pangi menilai potensi kuda hitam justru ada pada kandidat yang mengusung ide perubahan.

Atas dasar itu dan berbagai dinamika politik lainnya, Pangi mencermati bahwa Presiden Jokowi sepertinya mengarahkan dukungannya tidak hanya kepada Ganjar yang sudah jelas-jelas dideklarasikan oleh PDIP.

"Jokowi adalah kader dari partai dan juga ikut mendeklarasikan Ganjar, namun dukungan Jokowi mulai tampak jelas mengarah ke Prabowo," ucap dosen ilmu politik di Universitas Bung Karno itu.

Jokowi Dinilai Ingin Punya Saham Lebih Besar

Dalam analisisnya, Pangi menilai perubahan arah dukungan Jokowi setidaknya disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, mantan wali kota Surakarta itu merasa tidak banyak dilibatkan di dalam memutuskan Ganjar sebagai calon presiden.

Pangi menilai Jokowi ingin saham kepemilikan atas Ganjar yang terlalu didominasi oleh Megawati Soekarnoputri dan PDIP, setelah dideklarasikan kembali ditarik dan dikendalikan sepenuhnya oleh Jokowi dan tim sukarelawan.

Selain itu, sukarelawan Jokowi juga dinilai sangat rasional kalau mereka tidak diakomodir bermigrasi menjadi relawan Prabowo, setelah DPP PDIP menunjuk Ahmad Basarah dan Adian Napitupulu menjadi koordinator dan wakil koordinator tim sukarelawan pemenangan Ganjar Pranowo di Pilpres 2024.

"Jokowi menginginkan saham Pilpres 2024 lebih besar dimiliki Jokowi dan sukarelawan dibandingkan PDIP dan Megawati," ujar Pangi.

Dia mengatakan ketika elektabilitas Prabowo running dan potensial, Jokowi menjadikan menterinya di Kabinet Indonesia Maju tersebut untuk menaikkan kembali daya tawar soal pengaruh dan sukarelawan yang masih dalam ruang kendali total suami Iriana itu.

"Bagi Jokowi, apabila Prabowo menang, beliau lebih merasa memiliki saham lebih besar ketimbang Ganjar yang terkesan diakusisi atau di takeover Megawati kepemilikan sahamnya," tutur Pangi.

Faktor kedua, Presiden Jokowi sedang berupaya all out dan berikhtiar untuk menyatukan Prabowo dan Ganjar sebagai satu paket pasangan capres-cawapres yang bersanding bukan bertanding guna memperbesar probabilitas kemenangan.

Meskipun upaya menyatukan pasangan Ganjar-Prabowo tampak kian sulit dan makin complicated, tetapi karena selisih kemenangan masih dalam range margin of error, Jokowi bisa saja meyakinkan Prabowo bahwa hanya satu pasangan yang akan menjadi presiden-wakil presiden.

"Oleh karena itu, jika ingin memenangkan pilpres dan mendapatkan kursi presiden dan wakil presiden, dua nama ini (Prabowo dan Ganjar) harus maju dalam satu paket. Terkait siapa yang akan menjadi capres atau cawapres tinggal dirundingkan saja," kata lulusan pascasarjana FISIP Universitas Indonesia itu.

Faktor ketiga, konteks pilpres satu putaran. Pangi menilai upaya ini terbilang sangat serius bagi Jokowi dan pendukungnya untuk memastikan dan memperbesar probabilitas kemenangan dalam pemilu nanti.

Menurut dia, bentangan empiris Pilkada Jakarta serta jam terbang Jokowi dua kali dalam memenangkan pilpres adalah sesuatu yang sangat berharga, dan Pilkada Jakarta 2017 adalah kekalahan yang menyakitkan bagi Jokowi dan pendukungnya yang awalnya meremehkan munculnya kuda hitam, Anies Baswedan.

"Jokowi ingin mengupayakan agar kesalahan di Pilkada Jakarta tidak terulang lagi dan pada saat yang sama ingin menunjukkan pengalaman suksesnya memenangkan dua kali pemilihan presiden," sebut pria kelahiran 20 Januari 1986 itu.

Faktor keempat; mengantisipasi Anies agar tidak masuk putaran kedua. Pangi menyebut jika langkah ketiga tidak bisa direalisasikan dan pilpres diikuti oleh tiga pasangan, maka dengan angka elektabilitas saat ini akan sulit untuk meraih perolehan suara 50 persen +1, maka Jokowi ingin memastikan putaran kedua hanya diikuti oleh Prabowo dan Ganjar.

"Namun, jika Anies masuk putaran kedua, Jokowi ingin memastikan siapa pun yang akan berhadapan dengan Anies (Prabowo atau Ganjar) agenda politiknya harus terus 'dilanjutkan'," lanjut Pangi.

PDIP dan Gerindra Bakal Berkoalisi?

Pangi juga menambahkan, pertanyaan yang misteri saat ini adalah apakah Prabowo dan Ganjar akan bertanding atau justru bersanding di Pilpres 2024?

Dalam analisisnya, Pangi menduga kalau bulan ke depan elektabilitas Prabowo dan Ganjar masih kompetitif dalam rentang range margin of error, tetap stagnan, tidak tampak pertumbuhan elektoral secara signifikan maka titik temu yang paling memungkinkan adalah menggabungkan Ganjar dan Prabowo dalam koalisi besar PDIP-Gerindra.

"Dugaan saya Gerindra dan PDIP bakal berkoalisi mengusung pasangan Ganjar-Prabowo, apa boleh buat. Apabila deadlock, tidak ada jalan lain kecuali Jokowi menyatukan secara paksa," ucap Pangi.

Namun, dia menyebut pada akhirnya akan ada tiga poros pasangan capres-cawapres jika Prabowo dan Gerindra tetap ngotot maju sebagai capres demi menyelamatkan dan memastikan mesin partai bergerak maksimal.

"Bersatunya KIB dan KIR berpotensi membentuk embrio poros ketiga dan ini juga patut kita syukuri dalam rangka menghindari polarisasi dan keterbelahan akibat dampak rematch Pilpres 2014-2019," kata Pangi Syarwi Chaniago.(fat/jpnn)

Video Terpopuler Hari ini:


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler