Konsep Cukai Sangat Berbeda dengan Pajak, Gugun: Itu Namanya Perampokan Dana Rokok

Sabtu, 01 Mei 2021 – 17:11 WIB
Ilustrasi rokok. Foto: Humas Bea Cukai.

jpnn.com, JAKARTA - Sekretaris Program Studi Hukum Tata Negara UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Gugun El Guyanie menilai pernyataan Wakil Menteri Kesehatan mengenai dana bagi hasil cukai tembakau atau dana rokok, sangat inkonstitusional.

Di mana Wamenkes menganggap hal itu sebagai denda untuk mendanai kesehatan akibat dampak perokok.

BACA JUGA: Kebijakan Harga Rokok 85% dari Harga Banderol Gagal Diterapkan?

Menurut Gugun, konsep cukai sangat berbeda dengan pajak. Apalagi dalam UU Cukai, sudah ditentukan penggunaan dana cukai atau DBHCHT.

"Penggunaannya sifatnya limitatif. Tidak boleh ditafsirkan untuk dana BPJS, dana kesehatan, itu namanya perampokan dana rokok," tegas Gugun, Jumat (30/4).

BACA JUGA: Tambah Pasokan Air Minum, Kementerian PUPR Teken MoU Proyek SPAM Regional Karian-Serpong

Sekretaris Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum PWNU DIY itu mengatakan, di dalam Undang-undang Cukai Nomor 36 Tahun 2007 disebutkan, alokasi pembagian dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) sudah diatur dengan jelas.

Yakni 50% DBHCHT dimanfaatkan untuk pengembangan pertanian, industri, pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi cukai, dan sebagainya.

BACA JUGA: Minimalkan Risiko Gagal Serah Terima Hunian, Konsumen Bisa Beli Aset Properti Ready Stock

Kesehatan termasuk di dalam pembinaan lingkungan sosial, sedangkan 50 persen lainnya dimanfaatkan untuk pembangunan daerah penerima DBHCHT.

Merujuk Pasal 66A (1) UU 36/2007, bahwa penerimaan negara dari cukai hasil tembakau yang dibuat di Indonesia dibagikan kepada provinsi penghasil cukai hasil tembakau sebesar 2% yang digunakan untuk mendanai peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan industri, pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi ketentuan di bidang cukai, dan/atau pemberantasan barang kena cukai ilegal.

Pada Ayat (3) dinyatakan bahwa Gubernur mengelola dan menggunakan dana bagi hasil cukai hasil tembakau dan mengatur pembagian dana bagi hasil cukai hasil tembakau kepada bupati/walikota di daerahnya masing-masing berdasarkan besaran kontribusi penerimaan cukai hasil tembakaunya.

"Dalam konteks itu, pernyataan Wamenkes justru melanggar amanat Pasal 66A UU Cukai," tuturnya.

Gugun juga menyoroti pemanfaatan untuk pelayanan kesehatan tidak pernah digunakan dengan jelas.

"Apabila dari dulu dimaksimalkan, BPJS Kesehatan bisa lebih ringan bebannya. Aturan cukai rokok sendiri memiliki perjalanan sejarah yang panjang, seiring berkembangnya industri rokok di negeri ini," katanya.

Gugun menegaskan, selama ini kesalahan fatal politik hukum tentang dana cukai rokok, adalah terlalu membuka open interpretative atau penafsiran yang terlalu liar, terutama oleh rezim kesehatan.

"Karena itu, pemerintah harus berani mengambil kebijakan yang adil tentang penggunaan dana cukai," seru Gungun.(chi/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Oase Park Apartemen, Hanya 200 Km dari Gerbang Tol Pamulang


Redaktur & Reporter : Yessy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
cukai rokok   Cukai   rokok   tembakau   Merokok   Perokok   dana rokok  

Terpopuler