BOLA panas Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) DKI Jakarta 2010-2030 ada di tangan Pemprov DKI Jakarta Pengesahan RTRW terlambat hingga lebih dari satu tahun
BACA JUGA: Sebarkan Virus Demam SEA Games
Baik Pemprov DKI Jakarta maupun DPRD DKI Jakarta tak kunjung menyerahkan hasil evaluasi menyeluruh dan transparan yang merupakan syarat utama pengesahaan RTRW tersebutBACA JUGA: Lagi-Lagi, Ujungnya Menunggu Mister Presiden
Jadi disahkan atau tidaknya RTRW ini tergantung keseriusan pemprov,” kata Syahrial, Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta, saat hadir dalam FGD INDOPOS yang mengambil tema Menformulasikan RTRW DKI Jakarta yang Berkeadilan, di Gedung Graha Pena, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, kemarin (25/7).jpnn.com - Dijelaskan Syahrial, pihaknya selama ini kesulitan menemukan titik nol pembangunan di ibu kota dalam RTRW 2010-2030
BACA JUGA: Lobi Pejabat Kalahkan Kepentingan Nasional
Berbagai pertanyaan mendasar, seperti ruang terbuka hijau (RTH) yang hanya tercapai 9,8 persen, padahal target yang dicanangkan sebesar 13,94 tak pernah menemukan jawabanKalau saja pemprov melakukan evaluasi, tentu mereka bisa menerangkan kemana sisa 4 persen RTH yang tak tercapai itu“Apakah telah berubah fungsi menjadi mal, apartemen, atau hal yang lain,” ujarnya Lebih lanjut kata Syahrial, semua warga ibu kota melihat sendiri kenyataan di lapanganBagaimana, Pantai Indah Kapuk (PIK) yang notabene adalah RTH telah berubah menjadi kawasan perumahanKemudian, daerah Kemang Jakarta Selatan yang peruntukannya sebagai pemukiman berubah menjadi tempat usaha dan bisnis“Pemprov DKI harusnya menjelaskan semua itu dalam evaluasinyaAgar tidak terjadi kebingungan dalam mencari titik awal RTRW 2010-2030,” jelasnyaKetua DPRD DKI Jakarta, Ferrial Sofyan, yang juga hadir menjadi pembicara mengungkapkan, konsep RTRW 2010-2030 yang disusun eksekutif sejauh ini dinilai dangkal, belum lengkap dan belum mendalamMasih banyak program pembangunan yang dicanangkan pemerintah pusat belum dimasukkan dalam RTRW tersebutMisalnya, pembangunan sarana transportasi masal kereta komuter dari Tanjung Bandan-Matraman-Duri dan seterusnyaKemudian, pembangunan 6 ruas jalan nontol, dan juga pembangunan keterata api dari Bandara Sukarno- Hatta ke Manggarai tidak dimasukkan.
“Seharusnya, ini digambarkan dalam peta dan dijelaskan pasal per pasal, seba gai bentuk dukungan pada program pemerintah pusat,” tuturnyaPolitisi Partai Demokrat ini menilai, eksekutif terkesan menggampangkan hal-hal yang sangat penting dan krusialMisalnya, pembangunan kawasan pergudangan di Tegal Alur Jakarta Barat yang menyalahi peruntukanSebab, kawasan itu dalam peta tata ruang berwarna kuning yang artinya pemukimanNamun dalam kenyataanya berubah menjadi pergudangan“Akibatnya infrastruktur, seperti jalan menjadi rusak karena kerap dilintasi angkutan berat seperti truk dan kontainer,” terangnyaAnggota Komisi D DPRD DKI Jakarta, M Sanusi, menilai Pemprov DKI tak berani berterus terang terhadap kesalahan dalam menerapkan tata ruangMisalnya, dalam tumbuhnya pergudangan di Tegal Alur yang membuat pemprov rugi karena harus melakukan perbaikan jalan yang kerap rusak karena dilintasi kendaraan beratSementara di sisi lain, pemprov tak mendapat pemasukan karena pajak untuk pergudangan yang seharusnya tinggi ditetapkan sesuai pajak pemukiman yang rendah“Kami berharap Pemprov DKI Jakarta bisa bersikap lebih terbuka,” harapnya Dalam FGD ini, selain kalangan DPRD DKI Jakarta, juga dihadirkan sejumlah pengamat dan pencinta lingkunganMereka adalah Pengamat Perkotaan dari Universitas Tri Sakti Nirwono Joga dan Direktur Eksekutif Institut Hijau, Slamet Daroyni(bersambung/pes/ wok)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dua Tahun Rekomendasi Bea Masuk Anti Dumping Macet
Redaktur : Tim Redaksi