jpnn.com - KUPANG - Uni Timor Aswain (Untas) sebagai organisasi yang mewadahi lebih dari 14 ribu kepala keluarga kelahiran Timor-Timur yang sudah menetap di Indonesia belum berubah sikap.
Mereka konsisten menolak hasil jajak pendapat yang digelar tahun 1999 yang berbuntut berpisahnya Timor-Timur dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
BACA JUGA: 14 Siswa Baru Pingsan saat Upacara, Kata Guru..Sudah Biasa
Penolakan tersebut mulai didengungkan sejak tahun 2000 lalu pada Kongres I Untas yang menyatakan menolak jajak pendapat dan menarik diri dari seluruh proses jajak pendapat di sana.
"Ini keputusan Kongres (III) dan harap semua pihak, yang di luar dan juga warga Untas dan pemerintah. Mari kita hargai keputusan itu. Karena kongres ini adalah forum tertinggi pengambilan keputusan,” tandas Ketua Untas periode 2016-2021 Eurico Guterres dalam konferensi pers di Kupang, Minggu (17/7).
BACA JUGA: Massa Tuntut Permohonan Maaf dari Pemda DIY
Eurico yang didampingi Sekjen Untas Florencio Mario Viera dan Ketua Dewan Konsultatif Filomeno de Jesus Hornay menyampaikan itu usai menggelar Kongres III Untas sejak Jumat hingga Sabtu (16/7).
Menurut Eurico, jika masih ada pihak yang belum menerima keputusan tersebut, boleh diperdebatkan, namun pada kongres berikutnya.
BACA JUGA: Ini Akhir Kisah Pria Muda yang Hamburkan Rp 88 Juta di Lokalisasi
"Kita secara tegas mempertahankan keputusan Kongres I Untas dengan menolak hasil jajak pendapat dan menarik diri dari seluruh proses jajak pendapat. Ini hak asasi kami. Ini sikap kami, soal berbeda, memang harus berbeda. Namun, Untas tetap selalu membuka diri untuk berdialog dengan siapa saja,” tandas Eurico lagi.
Sikap kedua, lanjut Eurico, adalah mendukung penuh kebijakan politik Indonesia dalam membangun kerja sama bilateral dengan Negara Timor Leste termasuk negara lain. Sebagai warga Indonesia, Untas memberikan dukungan tanpa mengorbankan hak-hak warga Untas sebagai warga NKRI untuk mendapatkan perlindungan dan kesejahteraan.
"Ini bukan berarti kami mau bermusuhan, tetapi ini sikap kami. Kami menolak bukan melawan pemerintah Indonesia, namun pemerintah juga tidak bisa memaksa kami untuk menerima hal yang salah,” tandasnya lagi.
Eurico menambahkan, Untas tetap selalu terbuka dengan siapa saja. Bahkan pihaknya berharap pemerintah pusat membangun dialog dan melakukan pendekatan kemanusiaan dengan warga Untas. Hal ini untuk memberi ruang bagi warga Untas untuk menyampaikan isi hatinya.
Dia berharap, dengan sikap Untas menolak jajak pendapat, tidak berdampak ke warga Untas. Karena dia tegaskan, warga Untas 100 persen punya kedudukan yang sama di Indonesia. Toh, penolakan tersebut menurut dia punya alasan.
"Selama 17 tahun ini, jangankan dipanggil ke istana untuk berdialog, dipanggil untuk ditempeleng pun belum," sambung dia.
Dia kembali menegaskan, meski pihaknya menolak jajak pendapat, namun Untas tidak menolak persaudaraan. Dengan kepengurusan yang baru, Eurico berjanji akan terus memperjuangkan hak-hak warga Untas, bahkan warga NTT umumnya.
Sejumlah perjuangan yang terus mendapat perhatian, misalnya terkait rumah bagi warga Untas, lahan garapan bahkan aset-aset warga eks Timtim yang masih tertinggal di Timor Leste.
Sekjen Umtas Florensio Mario Viera saat itu mengungkapkan, Kongres III Untas sudah berakhir dengan damai. Sementara Eurico sebagai mantan Ketua Umum Untas kembali dipilih secara aklamasi. Sebagai pengurus yang baru, Mario mengaku bangga karena dipercaya mendampingi Eurico.
Sementara Ketua Ketua Dewan Konsultatif Filomeno de Jesus Hornay yang juga mantan Sekjen Untas mengungkapkan, sikap penolakan tersebut selalu digelorakan karena mereka merasakan sendiri apa yang terjadi saat jajak pendapat tersebut.
"Karena adanya kecurangan besar. Ini menjadi dasar politik yang kami akan simpan terus, dan siapa pun tidak mudah mengubah,” tutup Filomeno.(JPG/cel/fri/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bupati Masih Terjebak di Bandara Istanbul, Dia Cerita Begini
Redaktur : Tim Redaksi