Kontras Anggap Hukuman Mati di Kasus Asabri tak Efektif

Kamis, 23 Desember 2021 – 16:04 WIB
Sidang praperadilan kasus korupsi ASABRI oleh Kejaksaan Agung. Foto: dok Kejaksaan Agung

jpnn.com, JAKARTA - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menilai tuntutan hukuman terhadap sejumlah terdakwa perkara korupsi PT Asabri tidak efektif.

Kontras menganggap hukuman mati tidak akan memberikan efek jera, justru sebaliknya melemahkan hukum.

BACA JUGA: Kasus Asabri, Pengamat: Seharusnya Penyelenggara Negara Dituntut Lebih Berat

"Kalau memang dasarnya memberikan efek jera, seharusnya JPU bisa berkaca dari perkara-perkara lain seperti narkotika dan pembunuhan berencana, hal itu jelas tuntutan hukuman mati tidak memberikan efek jera sama sekali," kata Wakil Koordinator Kontras Arif Nur Fikri dalam keterangannya, Kamis (23/12).

Arif juga menilai seharusnya JPU mendukung langkah pemerintahan Joko Widodo yang secara tidak langsung sedang melakukan moratorium hukuman mati.

BACA JUGA: Sang Anak Beberkan Kejadian Sebelum Mbah Minto Meninggal Dunia

Menurut dia, meskipun hukum positif di Indonesia masih membolehkan hukuman mati termasuk untuk kasus korupsi, tetapi hal tersebut sebaiknya tidak diterapkan.

Sebab, menurut dia, belum terbukti hukuman mati memberikan efek jera.

BACA JUGA: Bali Berduka, Raja Puri Pemecutan Meninggal Dunia, Syukur: Tragedi Pilu

"Pemerintah saat ini secara tidak langsung sedang melakukan moratorium terkait dengan eksekusi mati."

"Seharusnya upaya-upaya tersebut didukung oleh aparat penegak hukum dengan tidak menambah deretan hukuman mati bagi terpidana baik itu pada kasus korupsi, maupun kasus lain," tegas dia.

Oleh karena itu, Arif menanyakan dasar jaksa dari Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam melayangkan tuntutan terhadap terdakwa, salah satunya Heru Hidayat.

"Saya rasa solusinya akan lebih bijak jika aparat penegak hukum mencari solusi penghukuman lain, selain hukuman mati, jika tujuannya untuk memberikan efek jera," imbuh dia.

Sementara itu, Divisi Hukum Kontras Auliya Rayyan memandang pada dasarnya sanksi menghilangkan nyawa hanya melemahkan proses hukum.

Terlebih sistem hukum di Indonesia memang mendapat sorotan negatif dari berbagai pihak.

"Hukuman mati tidak akan membuat koruptor jera selama sistem peradilan masih memiliki orang-orang yang sama, yang terus memotong hukuman koruptor," kata dia.

"Sudah banyak kasus korupsi yang hukumannya dipotong dengan alasan-alasan remeh. Jadi, tidak menutup kemungkinan dalam kasus ini hukuman mati hanya jadi basa-basi dan bisa saja berubah."

Selain itu, kata Auliya, hal lain yang membuat hukuman mati tidak memberikan efek jera pada koruptor adalah kelonggaran yang membuat pejabat publik dapat melakukan korupsi.

Dia menilai praktik korupsi masih bisa dijalankan dengan mudah.

"Oleh karena itu, yang mesti diubah tidak cuma sistem penghukuman untuk koruptor, tetapi juga kebijakan lain yang dapat mempersempit pergerakan pejabat publik melakukan korupsi," pungkas Auliya. (tan/jpnn)

Video Terpopuler Hari ini:

BACA ARTIKEL LAINNYA... Sering Mengintip Istri Teman, Dokter Ini Dituntut 6 Bulan, LRC KJHAM: Kecewa!


Redaktur : Rasyid Ridha
Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler