Kasus Asabri, Pengamat: Seharusnya Penyelenggara Negara Dituntut Lebih Berat

Selasa, 21 Desember 2021 – 23:14 WIB
Ilustrasi kasus korupsi ASABRI. Foto: dok Kejaksaan Agung

jpnn.com, JAKARTA - Guru Besar Hukum Pidana Universitas Airlangga Nur Basuki Minarno memandang penyelenggara negara seharusnya dituntut pidana lebih berat dibandingkan pihak swasta dalam kasus-kasus korupsi.

Hal itu disampaikan Basuki melihat perbedaan tuntutan atas kasus dugaan korupsi pengelolaan dana PT Asabri.

BACA JUGA: Tuntutan Mati di Perkara ASABRI Disoal, Ini Argumen Hukum Kejaksaan Agung

Pasalnya, terdakwa Presiden Direktur PT Trada Alam Minerba Heru Hidayat dituntut hukuman mati, sedangkan sejumlah mantan direksi PT Asabri hanya dituntut pidana penjara 10-15 tahun.

“Kalau secara umum, mestinya yang penyelenggara negara atau pegawai negeri ancaman hukumannya harus lebih berat dari pihak swasta. Karena pada umumnya korupsi itu terjadi karena ada keterlibatan dari pegawai negeri atau penyelenggara negara,” kata dia, Selasa (21/12).

BACA JUGA: Ulah Prada Yotam Bikin Panglima TNI Jenderal Andika Naik Pitam

Basuki meyakini mustahil kejahatan korupsi tidak melibatkan penyelenggara negara atau PNS.

Penyelenggara negaralah yang mempunyai kekuasaan dan wewenang yang mengatur kebijakan dan mengelola anggaran negara.

BACA JUGA: Gegara Sampo Mbak SW, Suasana Menjadi Riuh

“Korupsi itu mestinya melibatkan aparatur negara karena aparatur negara itulah yang mempunyai kekuasaan, mempunyai kewenangan untuk itu,” tandas Nur Basuki.

Dia juga menegaskan ancaman hukuman terhadap terdakwa korupsi tidak tergantung pada besar atau kecilnya kerugian negara yang diakibatkan dari tindak pidana terdakwa.

Basuki menilai Pasal 2 dan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) tidak mengatur sama sekali besaran kerugian negara akan mempengaruhi ancaman hukuman terhadap terdakwa.

“Yang penting di situ, ada kerugian keuangan negara yang disebabkan perbuatan melanggar hukum atau penyalahgunaan wewenang, itu merupakan tindak pidana korupsi sebagaimana maksud Pasal 2 dan Pasal 3,” jelas dia.

Sementara itu, Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Dian Adriawan menilai tuntutan jaksa Kejagung terhadap para terdakwa kasus Asabri tidak adil.

“Kalau misalnya ada yang dituntut dengan pidana mati sedangkan yang lain tidak dituntut dengan pidana mati, itu sesuatu yang menurut saya tidak adil," kata dia.

"Dalam kasus ini, pasal yang diterapkan pasal yang sama dan dijuntokan dengan Pasal 55 KUHP. Nah, kalau dijunto dengan pasal 55 dan terbukti berarti di sini tidak mungkin ada yang dipidana mati karena pasal yang didakwakan itu Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor."

Dian merasa aneh karena aktor penting dalam perkara korupsi adalah pejabat atau penyelenggara negara.

Dia menilai keterlibatan pihak swasta pada umumnya dikaitkan dengan Pasal 55 KUHP, yakni turut serta melakukan perbuatan pidana.

“Karena begini, dituntut dengan Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor junto Pasal 55 KUHP, Pasal 55 itulah yang mengkaitkan keberadaan pihak swasta di dalam kasus ini. Kok, malah swasta yang diperberat ancaman pidananya, tuntutan pidananya,” jelas Dian. (tan/jpnn)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:

BACA ARTIKEL LAINNYA... Mbak SS Pasrah Diajak Ehem-Ehem Sampai 4 Kali, Setelahnya Menyesal


Redaktur : Rasyid Ridha
Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler