Korban Banjir Menang di PTUN, Kent DPRD Ungkap Kesalahan Anies Baswedan Paling Parah

Sabtu, 19 Februari 2022 – 21:52 WIB
Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDI Perjuangan Hardiyanto Kenneth menanggapi dikabulkannya gugatan korban banjir terhadap Gubernur Anies Baswedan. Foto: dok pribadi for JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDI Perjuangan Hardiyanto Kenneth menilai dikabulkannya gugatan warga terkait banjir terhadap Gubernur Anies Baswedan sebagai tamparan keras bagi pemerintah provinsi.

"Gugatan warga yang dikabulkan hakim PTUN terkait masalah banjir, merupakan tamparan keras kembali untuk Pak Anies dan Pemprov DKI Jakarta. Karena bukan hanya sekali warga memenangkan gugatan kepada Pemprov DKI Jakarta, salah satunya kasus polusi di Jakarta," kata Kenneth dalam keterangannya, Sabtu (19/2).

BACA JUGA: NasDem Lirik Anies hingga Ganjar untuk Diusung di Pilpres 2024

Menurut Kent-sapaan akrab Hardiyanto Kenneth-, dikabulkannya gugatan tersebut adalah bukti Anies tidak serius dalam menangani banjir di Ibu Kota.

Tidak ada bukti hasil kerja yang dilakukan oleh Pemprov DKI seperti pengerukan, penurapan di wilayah Kali Mampang, Kali Krukut, Kali Cipinang hingga Tebet.

BACA JUGA: Ini Hukuman untuk Anies Baswedan karena Menyengsarakan Warga Bantaran Kali Mampang

"Dan yang paling parah adalah pengerukan terakhir dilakukan sekitar tahun 2017, seharusnya hal itu harus selalu dikerjakan dan dijadikan skala prioritas oleh Pak Anies. Akibat hal tersebut warga Tebet terdampak banjir hingga setinggi 2 meter," tutur Kepala Badan Penanggulangan Bencana (BAGUNA) DPD PDIP DKI Jakarta itu.

Sementara itu, Kasudin SDA Jakarta Selatan, Mustajab mengeklaim pihaknya pada 2020 sudah mengeruk sejumlah kali diantaranya kali krukut di hilir kali Mampang, dan Pondok Jaya. Kent pun sangat menyayangkan sikap reaktif anak buah Anies terkait pengerukan kali tersebut.

BACA JUGA: Bukti Anies Tak Serius Bekerja, Kali Mampang Mendangkal, Warga Menderita

"Kasudin SDA Jaksel tak perlu reaktif dalam menanggapi permasalahan tersebut, apapun putusan PTUN itu hukumnya wajib dijalankan jadi tidak perlu mencari alasan apalagi pembenaran. Jadi tidak perlu mengklaim bahwa pengerukan sudah dilakukan pada 2020, tapi pada nyatanya warga masih kebanjiran hingga mencapai dua meter pada 2021 lalu," ketus Kent

Kent pun percaya, gugatan tersebut dilakukan karena sudah ada rasa tidak percaya masyarakat Mampang terhadap Anies, setelah terus merasakan penderitaan akibat terkena dampak banjir yang tidak berkesudahan.

Dengan dikabulkannya gugatan ini Kent berharap agar bisa menjadi cerminan bahan intropeksi, agar penangangan banjir di ibu kota lebih serius lagi dan baik ke depannya.

"Jadi pelajaran yang bisa di petik dari kejadian ini bahwa, lain kali jangan sampai di gugat di pengadilan dulu, baru Pak Anies mau bekerja, tidak eloklah bisa menjadi seorang pemimpin daerah sudah tidak di percaya masyarakat sampai musti dilakukan proses hukum seperti ini. Jadi Gubernur itu harus benar-benar peduli terhadap keselamatan dan kenyamanan warganya, jangan hanya teori saja," ketus Kent.

Selain itu, Kent pun menegaskan, gugatan tersebut tidak ada muatan politis melainkan murni suara masyarakat Jakarta yang sudah resah terhadap bencana banjir yang kerap melanda terus menerus serta tidak ada solusinya.

Oleh karena itu, masyarakat disarankan untuk berani menempuh jalur hukum apabila merasa diperlakukan tidak adil atau dirugikan oleh kebijakan pemda. 

"Jadi mengajukan gugatan ke pengadilan merupakan salah satu solusi untuk menjawab permasalahan di tengah masyarakat terkait pelayanan atau kebijakan yang tidak memihak kepada mereka," tutur Ketua Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas RI PPRA Angkatan LXII itu.

"Dan juga sebaiknya Pak Anies dan Pemprov DKI tidak perlu melawan putusan tersebut, sehingga bisa memperlama proses pengendalian banjir di wilayah itu sehingga mengakibatkan masyarakat kembali menjadi korban," pungkasnya. (dil/jpnn)

 

Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler