Korban-korban Mati Mengerikan, Darah seperti Disedot

Senin, 03 Juli 2017 – 04:51 WIB
Warga bersama petugas gabungan turun mencari pembantai kambing, kemarin (2/7). Foto: SAPOS KPNN KALTIM POST

jpnn.com - Puluhan ekor ternak milik warga Lempake, Samarinda Utara, Kaltim, tiba-tiba mati tidak wajar dalam sepekan.

Kaltim Post (Jawa Pos Group) menggali fakta di lapangan sembari menelusuri berbagai kemungkinan. Perbuatan hewan atau manusia?

BACA JUGA: Teror Misterius! Mata Dicungkil, Lidah Hilang, Kuku Dicabut

FELANANS MUSTARI, Samarinda

LEBARAN masih tiga hari lagi ketika Wasrini hendak memberikan makan selusin kambing miliknya. Baru sampai di tepi kandang, perempuan 46 tahun itu tak percaya dengan apa yang dilihatnya.

BACA JUGA: Polisi Identifikasi Peneror Anggota Brimob di Masjid Falatehan

Dari 12 ternak berbulu putih itu, enam tergeletak tak bernyawa. Empat kambing dewasa mati di dalam kandang. Dua kambing kecil tergolek tak bergerak, kira-kira 4 meter di luar sangkar bambu.

Ibu lima anak itu tergopoh-gopoh pulang. Dia menyeru kepada suaminya, Ngatiman (53), dan putri sulungnya, Nur Hidayanti, ihwal kejadian aneh tersebut.

BACA JUGA: Perlu Konsolidasi dan Evaluasi Terkait Kasus Penyerangan Polisi

Tengah hari itu, ibadah puasa keluarga yang tinggal di Jalan Magelang, Kelurahan Lempake, Samarinda Utara, benar-benar diuji. Ternak mereka yang sudah layak jual tiba-tiba mati dengan cara mengerikan.

Empat kambing dengan berat lebih dari 30 kilogram kaku di tengah hingga tepi kandang. Isi perut seekor ternak terbuka karena luka tak beraturan mirip bekas cakar.

Di tubuh tiga ekor yang lain, terdapat luka yang sama walau hanya sedikit. Kambing yang masih hidup, memilih berkumpul di sudut kandang yang lain. Di luar, dua kambing kecil juga sudah mati. Perut seekor di antaranya terbuka.

Keenam kambing itu mati dengan jalan yang sama. Darah mereka habis seperti diisap begitu saja.

Enam bangkai kambing yang matanya masih terbuka itu kurus kering. Tubuh mereka susut setelah seluruh darah habis disedot.

Ngatiman menemukan beberapa bintik kecil seperti bekas gigitan taring. Titik luka dengan kedalaman 5 sentimeter itu berpasangan. Jarak antar-titik luka dengan pasangannya sekitar 10 sentimeter.

“Tidak ada setetes darah di bangkai. Saya periksa ketika menguburnya,” ucap Ngatiman dengan lesu kepada Kaltim Post, Ahad (2/7).

Nur Hidayanti, putri sulung keluarga, mengambil gambar kejadian aneh itu dengan telepon genggam. Mahasiswi yang kuliah di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Mulawarman, tersebut merekam bangkai-bangkai yang kemudian menghebohkan Samarinda.

Kamis (22/6), enam kambing milik Ngatiman bukan korban satu-satunya. Hari itu, ada sebelas kambing milik warga di Lempake yang mati dengan cara sama.

Kampung yang dihuni generasi kedua transmigran dari Magelang, Jawa Tengah, itu gaduh seketika.

Ngatiman, yang khawatir dengan keselamatan ternaknya yang tersisa, segera memindah kandang. Sangkar lama, yang menjadi tempat pembantaian, berdiri di tepi hutan. Ngatiman lalu membangun kandang baru di samping rumah keponakannya.

Hanya lewat empat hari, serangan misterius datang lagi. Dua ternak Ngatiman mati di kandang dekat permukiman.

Bangkai kehabisan darah. Hewan-hewan itu mati seperti digigit peminum darah yang rakus. Kematian terakhir kambing dewasa milik Wakidi, warga yang lain, lebih menakutkan. Mata kambing itu hilang bersama lidah.

Teror serupa melanda penjuru kampung yang memiliki 13 kandang kambing tersebut. Hampir setiap malam, ternak mati dengan luka gigit kecil.

Hingga kemarin, sudah 43 kambing mati mendadak. Ditambah 24 ayam potong yang turut mati tiba-tiba. Kabar makin gaduh karena beberapa warga mengaku melihat anjing berbentuk aneh berkeliaran di kampung.

Isu siluman anjing beredar luas. Kemarin pagi, Camat Samarinda Utara Samsu Alam melepas 400-an orang untuk menyisir hutan mencari hewan buas yang diduga meneror Lempake.

***
Kandang milik Ngatiman yang menjadi lokasi pembantaian enam kambing berdiri di sebuah bukit.

Beratap seng dengan palang bambu yang tak rapat, kandang itu menyendiri di tepi hutan dekat gereja kecil, GPIB Ebenhaezer.

“Di sini paling banyak (korban). Di kandang lain hanya sekitar dua sampai tiga ekor yang mati,” tutur Ngatiman menunjuk kandang yang sudah kosong.

Sangkar itu berukuran 4 x 4 meter. Tidak ada palang bambu yang rusak. Empat kambing yang mati di dalam kandang memunculkan dugaan pembunuhan di tempat yang sama.

Pelakunya harus masuk ke kandang. Jika tiada kerusakan, pembantai kambing itu mestinya bertubuh lebih kecil dari palang bambu yang berjarak 30 sentimeter.

Bisa pula makhluk yang mengisap darah itu jauh lebih besar sehingga bisa melompat masuk ke kandang.

Sukar menemukan jejak di luar kandang. Hujan yang selama sepekan belum menyapa Samarinda membuat tanah di sekitar mengeras.

Di dalam, lantai tanah yang tertutup rumput pakan juga tidak empuk. Tidak mungkin menemukan jejak di sana. “Hanya ada sedikit jejak anjing. Entah mereka datang setelah atau sebelum kambing itu mati,” aku Ngatiman.

Tidak ada kerusakan di sekeliling kandang. Kambing-kambing itu kemungkinan tidak melawan ketika dibunuh. “Tidak ada ribut-ribut atau teriakan kambing,” lanjut Ngatiman.

Dua kambing kecil yang ditemukan mati sekitar 4 meter di luar kandang diduga berjalan sendiri sebelum dibunuh.

Tidak ada bekas diseret. Dari lokasi dua kambing itu mati dengan kandang, bertaburan tunas pohon katu setinggi 10 sentimeter.

Tidak satu pun tunas yang ditanam di sekeliling kandang patah. Kambing kecil memang bisa keluar kandang karena celah pagar bambu tidak terlampau rapat.

Bangkai yang tersisa memberikan petunjuk penting. Daging ternak tidak ikut dimangsa. Tubuh mereka utuh, kecuali darahnya. Siapa pun atau apapun pelakunya, mengambil darah belaka.

Pembunuh ternak misterius itu tergolong pemberani. Setelah enam ternak mati, Ngatiman memindahkan kandang tak jauh dari rumahnya.

Keponakannya, Ali Saiman, menjaga kandang yang dibangun di samping rumah. Namun, pembantaian tetap berlangsung di permukiman.

Dugaan pembantai adalah binatang buas sebenarnya ditepis dengan mudah. Tak satu pun binatang buas berkaki empat yang hanya mengisap darah mangsanya. Ular akan memakan utuh tubuh kambing.

Begitu pula serigala, macan, atau anjing hutan, yang pasti meninggalkan luka cabikan di mana-mana. Nyatanya, tidak satu pun percikan darah ditemukan di lokasi pembantaian.

Memang ada hewan pengisap darah. Fauna yang mengonsumsi darah disebut hematophagy. Sebagian besar kelompok binatang itu dari golongan nyamuk, kutu, dan serangga.

Hanya satu mamalia yang tercatat mengisap darah yaitu kelelawar vampir. Dari seribu spesies kelelawar, tiga di antaranya mengisap darah.

George M Bair dalam The Natural History of Rabies menyebutkan, makhluk itu hidup berkoloni di Amerika Selatan.

Di hutan Amazon, kelelawar vampir mengisap darah hewan ternak. Belum ada catatan spesies itu hidup di Indonesia namun tanda-tanda yang didapati di tubuh mangsa hampir sama.

Luka bekas gigitan berupa dua titik bisa dihasilkan taring kelelawar. Selain itu, meminum darah dalam senyap adalah kerja hebat kelelawar vampir.

Mereka mengisap darah tanpa disadari mangsanya yang sedang tidur. Tanpa meninggalkan jejak, seperti di sekitar kandang milik Ngatiman, kelelawar vampir cocok dijadikan tersangka.

Namun, kelelawar tidak membunuh mangsanya dalam sekejap. Mereka meminum darah dari luka gigit selama setengah jam.

Untuk sekali makan malam, kelelawar seberat 56 gram itu hanya menelan satu ons darah.

Tidak mungkin kelelawar mampu menguras tubuh kambing seberat 30 kilogram yang mengandung 2 liter darah. Perlu 84 kelelawar untuk menghabisi darah seekor kambing.

Mangsa juga hanya bisa mati jika kelelawar vampir yang menggigitnya mengidap rabies. Pembelaan bagi kelelawar, kematian hewan ternak karena rabies tidak dalam hitungan jam.

Virus rabies setidaknya membunuh dalam bilangan hari. Korban rabies juga biasanya menjadi sangat agresif.

Kelelawar vampir turut lepas dari tuduhan karena petunjuk waktu kematian kambing di Lempake telah didapat.

Pada malam pembantaian kedua, Ali Saiman memeriksa ternak di samping rumahnya. Pada hari kedua Idulfitri, Ali mendapati enam kambing masih baik-baik saja pada pukul dua malam.

Namun, keesokan pagi atau sekitar enam jam kemudian, dua kambing sudah mati. Tak ada suara, seingatnya. Senyap.

Mungkinkah pelakunya manusia?

***

Hanya burung Finch yang hidup di Kepulauan Galapagos, Samudra Pasifik, yang mengisap darah dari kelompok unggas.

Sementara itu, kelelawar vampir mewakili keluarga mamalia yang meminum darah, seperti ditulis George Cuvier dalam The Animal Kingdom.

Darah memang bukan makanan umum bagi binatang. Apalagi manusia. Mengandung banyak zat besi, hewan yang memiliki mekanisme pencernaan khusus saja yang meminumnya.

Kebanyakan zat besi akan menimbulkan kesulitan buang air. Lagi pun, darah bisa mengandung banyak virus dan bakteri berbahaya.

Jika peneror misterius di Lempake adalah manusia, meminum darah jelas merugikan kesehatan. Ditambah lagi tidak ada bekas gigitan manusia di tubuh ternak.

Sebelas kambing yang mati dalam semalam juga berasal dari kandang berbeda dengan jarak berjauhan. Sangat merepotkan berpindah kandang ketimbang menghabisi kambing di satu tempat.

Satu hal yang pasti, kebutuhan pembantai kambing terhadap darah cukup besar. Jika sebelas kambing kehilangan darah, sekitar 26 liter darah diambil dalam semalam.

Apa atau siapa sebenarnya pengisap darah di Lempake? Bagaimana menjelaskan kehadiran anjing yang diduga memangsa kambing? Teror pengisap darah ternak adalah hal langka.

Namun, peristiwa di Lempake bukan pertama kali. Maret 2016, sebanyak 45 kambing di Desa Giripurwo, Kecamatan Purwosari, Kabupaten Gunungkidul, Jogjakarta, mati tiba-tiba. Darah kambing habis diisap.

Di Majalengka, Jawa Barat, serangan pengisap darah membuat 31 domba dan kambing mati pada Februari 2014.

Puluhan kambing juga mati di Kabupaten Bantul, Jogjakarta, pada September 2009. Tak ada jawaban dari seluruh misteri serangan pengisap darah ternak. Namun, diduga kuat pelakunya adalah binatang buas yang belum diketahui.

Di belahan dunia yang lain, legenda binatang buas pengisap darah juga tersiar. Orang Spanyol menyebutnya Chupacabra, chupa berarti mengisap dan cabra adalah kambing.

Makhluk mitos itu berpenampilan botak, berbau busuk, dengan mata buas dan lidah menjulur.

Penelitian Barry O’Connor, guru besar biologi Universitas Michigan, Amerika Serikat, sedikit menguak misteri. Tujuh tahun lalu, O’Connor merilis hasil riset tentang Chupacabra.

Dalam laporan, baik anjing, serigala, dan coyote, dapat berubah menjadi hewan mengerikan. Penyebabnya sederhana, binatang itu menderita kudis yang ditularkan oleh tungau.

Penampilan anjing yang menderita kudis mirip siluman. Mereka botak. Bulu-bulu anjing rontok karena tungau membuat penebalan lapisan kulit.

Suplai darah ke bulu pun terhambat. Kondisi anjing lemah namun sifatnya bertambah buas.

Tanpa banyak kekuatan, anjing mudah menyerang hewan ternak yang jinak. Sayangnya, penelitian itu belum menjawab anjing yang terkena kudis sampai mengisap darah mangsanya. (fel/rom/k8)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Polri Harus Bangun Citra Profesional Supaya Disegani


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
Teror   Misterius   anjing  

Terpopuler