jpnn.com, SIDOARJO - Warga kordam luapan lumpur mengajukan protes belum menerima ganti rugi dari Lapindo.
Bersama lima rekannya, sang koordinator Ahmad Basuni menenteng dua spanduk.
BACA JUGA: Warga Resah, Muncul Gelembung Gas dekat Lapindo
Tiba di depan rumah contoh milik Pusat Pengendalian Lumpur Sidoarjo (PPLS) di Desa Pejarakan, Jabon, dua spanduk berwarna kuning itu dibentangkan.
Spanduk yang lantas ditempelkan di dinding bangunan tersebut bertulisan Posko Forum Komunikasi Korban Lumpur Sidoarjo (FKKLS).
BACA JUGA: Lapindo Brantas Ajukan Perpanjangan Kontrak Hingga 2040
Basuni merupakan ketua FKKLS. Yakni, wadah bagi korban terdampak lumpur yang belum mendapatkan ganti rugi.
Minggu lalu, tepatnya Jumat (20/7), FKLLS terbentuk. Berbeda dengan kelompok sebelumnya, anggota FKKLS merupakan gabungan seluruh korban lumpur. Ada yang warga setempat maupun pengusaha.
BACA JUGA: Sosok Wanita Misterius Ditemukan di Tengah Lumpur Lapindo
''Totalnya, Rp 1,3 triliun yang belum dibayar,'' jelasnya.
Warga Desa Kedungbendo itu menyatakan, FKKLS dibentuk sebagai bukti bahwa persoalan lumpur masih ada.
Pembayaran ganti rugi belum tuntas seluruhnya. ''Kami ini belum mendapatkan ganti rugi. Negara harus tahu,'' ucapnya.
Menurut dia, selama ini pemerintah mendapatkan informasi yang keliru.
Informasinya, ganti rugi korban lumpur sudah tuntas seiring pemberian dana talangan dari pemerintah kepada korban lumpur. Nilainya mencapai Rp 781 miliar.
Namun, di lapangan banyak warga terdampak yang belum mendapatkan ganti rugi. Perinciannya, 244 berkas mencapai Rp 54 miliar.
Ada tambahan 19 berkas senilai Rp 9,8 miliar. Selain itu, terdapat 30 berkas milik pengusaha.
Nominalnya Rp 701 miliar. Ada pula aset Perumahan TAS (Taman Anggun Sejahtera) yang belum dibayar. Nilainya mencapai Rp 270 miliar.
Korban pun berupaya menuntut haknya. Salah satunya, dengan berkirim surat ke pemerintah pusat.
Warga juga datang ke Jakarta. Tujuannya, menjelaskan fakta sesungguhnya. Sayang, hingga kini, belum ada tanggapan.
Asa kembali mengembang. Dua minggu lalu, pansus DPRD Sidoarjo bertemu Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres).
Dalam pertemuan tersebut, pansus mengutarakan kekurangan pembayaran ganti rugi.
Gayung pun bersambut. Wantimpres merespons dengan meminta pansus mendata ulang korban lumpur yang belum mendapatkan ganti rugi.
Nah, untuk mendapatkan data itu, korban lumpur diminta membuat satu kelompok.
Yakni, gabungan dari kalangan pengusaha, warga, serta pemilik perumahan. ''Kelompok yang benar-benar belum terbayar,'' jelasnya.
Basuni akhirnya mendirikan posko dengan meminjam rumah contoh PPLS. Di posko tersebut dia menghimpun berkas-berkas korban yang belum mendapatkan ganti rugi.
''Kami sudah hubungi seluruh korban. Kami minta mereka ke posko dengan membawa surat-surat seperti KTP, KK, serta akta bangunan dan tanah,'' ucapnya.
Dengan bukti itu, korban lumpur akan kembali berjuang. Dalam waktu dekat, data tersebut bakal dipaparkan di depan Wantimpres, lantas presiden.
''Harapan kami, segera terbayar,'' ujar pria yang belum mendapatkan ganti rugi senilai Rp 15 miliar tersebut.
Sementara itu, Ketua Pansus Lumpur Lapindo Mahmud menuturkan bahwa data dari warga tersebut sangat dibutuhkan.
Sebab, itu menjadi acuan pemerintah untuk mengucurkan dana pembayaran bagi korban lumpur.
Politikus PAN tersebut menjelaskan, sudah 12 tahun ganti rugi tidak kunjung tuntas. Dia berharap tahun ini pemerintah mau membantu.
''Secepatnya harus selesai,'' katanya. (aph/c20/ai/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sori, Pemerintah Ogah Talangi Aset Pengusaha Korban Lapindo
Redaktur & Reporter : Natalia