Israel sudah melancarkan ratusan serangan udara ke Gaza, demikian pula kelompok militan Hamas yang telah meluncurkan puluhan roket ke Tel Aviv, dan ke kota Beersheba di selatan, dalam konflik yang disebut-sebut paling sengit selama beberapa tahun terakhir.

Paling sedkit 67 orang tewas di Gaza sejak kekerasan meningkat hari Senin (10/05), termasuk 16 anak-anak dan lima orang perempuan, menurut Kementerian Kesehatan Palestina.

BACA JUGA: Mengutip Bung Karno, Anies Baswedan Beri Pesan Idulfitri, Singgung soal Palestina

Menurut petugas kesehhatan, tujuh orang juga tewas di Israel.

Sementara itu hari Rabu (12/05) di Gaza, sebuah blok apartemen permukiman dan sebuah gedung bermenara yang ditempati oleh kelompok Hamas dan media lain terbakar setelah Israel memperingatkan para penghuninya untuk keluar dari sana.

BACA JUGA: Indonesia Kutuk Tindakan Israel, Begini Janji Jokowi kepada Rakyat Palestina

Sebuah gedung lainnya juga rusak berat dalam serangan udara tersebut.

Israel mengatakan pesawat militer mereka memindai sasaran dan berhasil menewaskan beberapa tokoh intelijen Hamas.

BACA JUGA: Pengalaman Warga Indonesia Mengurus Pemakaman Anggota Keluarganya di Australia

Sasaran serangan yang berhasil dihancurkan menurut militer Israel adalah lokasi peluncuran roket, kantor Hamas dan rumah pemimpin Hamas.

"Ini baru permulaan," kata Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

"Kami akan menyerang mereka, dengan cara yang bahkan tidak mungkin terjadi dalam mimpi mereka." 'Naik darah'

Meski sejumlah polisi Israel sudah dikerahkan dalam keadaan darurat dan juga diberlakuan jam malam, namun konflik di jalan antara kelompok warga Palestina dan Yahudi terus berlangsung hari Rabu malam.

Para perusuh membakar kendaraan, restoran, dan sinagog, yang menandai salah satu kerusuhan terburuk antar kelompok warga di Israel selama beberapa tahun terakhir.

PM Netanyahu mengutuk 'anarki' di seluruh negeri dengan mengatakan bahwa 'tidak ada alasan yang bisa membenarkan 'warga Yahudi menyerang warga Arab atau warga Arab menyerang warga Yahudi.

"Tidak masalah bagi saya kalau Anda naik darah. Anda tidak boleh main hakim sendiri," katanya. 'Entah kapan berakhir'

Sebuah sumber Palestina mengatakan usaha gencatan senjata yang dilakukan Mesir, Qatar dan PBB terus berlanjut namun sejauh ini tidak ada kemajuan.

Utusan khusus PBB untuk Timur Tengah, Tor Wennesland, mengatakan PBB bekerja dengan semua pihak untuk mengembalikan ketenangan.

Presiden Amerika Serikat Joe Biden mengatakan "Israel memiliki hak untuk mempertahankan diri sendiri" di saat Israel meningkatkan serangan mematikan hari Rabu.

"Perkiraan dan harapan saya adalah bahwa semua ini akan segera berakhir," katanya.

Militer Israel mengatakan kelompok militan sudah meluncurkan lebih dari 1.000 roket sejak konflik dimulai, dengan 200 di antaranya jatuh di dalam kawasan Gaza sendiri.

"Israel sudah bertindak gila," kata seorang pria di Gaza di saat warga harus mengungsi dari rumah mereka ketika terjadi ledakan.

Banyak warga Israel juga menghabiskan hari-hari mereka dengan rasa khawatir, saat suara suara sirene berulang kali bergema di Tel Aviv, yang menandakan adanya gelombang serangan roket.

"Anak-anak berhasil menghindar dari virus corona, tetapi sekarang mereka menghadapi trauma baru," kata seorang perempuan Israel di kota Ashkelon seperti yang dilaporkan jaringan televisi Channel 11.

"Seluruh Israel sedang mengalami serangan. Ini situasi yang benar-benar menakutkan," kata  Margo Aronovic seorang mahasiswa berusia 26 tahun di Tel Aviv.

"Militer Israel akan terus melakukan serangan dan akan membawa ketenangan dalam jangka panjang nantinya," kata Menteri Pertahanan Israel Benny Gantz kepada wartawan.

"Hanya setelah kami berhasil mencapai hal itu, kita bisa bicara lebih jauh tentang meredakan dan menenagkan situasi. Untuk saat ini belum ada tanda-tanda kapan ini akan berakhir." 'Hamas siap melawan'

Gelombang baru kekerasan ini menyusul ketegangan selama berminggu-minggu selama bulan Ramadan, dengan bentrokan antara polisi Israel dengan pengunjuk rasa Palestina di dekat kompleks masjid Al-Aqsa di Yerusalem Timur.

Kekerasan ini meningkat menjelang keputusan pengadilan - yang sekarang sudah ditunda - yang bisa membuat warga Palestina digusur dari rumah mereka di Yerusalem Timur yang dinyatakan sebagai milik warga Yahudi.

Presiden lembaga Pengungsi Internasional Eric P Schwartz mendesak kedua belah pihak untuk 'segera menghentikan serangan' dan menyerukan kepada masyarakat internasional untuk 'mendesak pemerintah Israel agar tidak mengusir keluarga Palestina dari Sheikh Jarrah."

Refugees International mendesak Israel untuk mencabut blokade terhadap Gaza 'supaya terhindar dari tragedi kemanusiaan".

"Sejak 2007, blokade dan tiga perang menyebabkan kondisi yang semakin memburuk bagi hampir dua juta warga Palestina yang tinggal di salah satu kawasan terpadat di dunia ini," kata  Schwartz.

Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh mengatakan insiden Sheikh Jarrah sudah membuat "Israel harus membayar mahal."

"Bila pasukan Israel ingin meningkatkan serangan, kami sudah siap melawan. Bila mereka ingin berhenti, kami juga sudah siap," kata Haniyeh.

Konflik yang terjadi menyebabkan penundaan pembicaraan para lawan politik Netanyahu yang bermaksud membentuk pemerintahan koalisi baru setelah hasil pemilu Israel tanggal 23 Maret yang tidak menghasilkan pemenang mutlak.

Kekerasan juga terjadi di kawasan Tepi Barat.

Sumber kesehatan mengatakan seorang remaja Palestina berusia 16 tahun tewas dalam bentrokan dengan pasukan Israel hari Rabu (12/05).

Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya dari  ABC News.

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Trump Sebut Amerika Harus Selalu Bersama Israel, Bagaimana Sikap Gedung Putih

Berita Terkait