jpnn.com - TACLOBAN – Dua pekan telah berlalu sejak Topan Yolanda (Haiyan) memorakporandakan kawasan tengah Filipina. Hingga kemarin (23/11), evakuasi dan pencarian korban masih berlangsung. Jumlah korban tewas pun terus meningkat. Laporan terakhir menyebutkan bahwa jumlah korban yang tewas mendekati 7.000 jiwa.
Dalam keterangan resminya, pemerintah Filipina menyatakan bahwa badai yang menerjang pada 8 November itu sudah merenggut 5.235 nyawa. Jumlah korban yang hilang mencapai 1.613 jiwa. Diduga, warga yang nasibnya belum jelas sampai sekarang itu juga tewas dalam bencana nasional di negara yang dipimpin Presiden Benigno ’’Noynoy’’ Aquino III tersebut.
BACA JUGA: Ingin Pakai Jilbab, Muslimah Australia Malah Dipecat
Badai yang meluluhlantakkan Kota Tacloban di Provinsi Leyte dan beberapa kota di Provinsi Samar itu sukses mengetuk pintu hati masyarakat internasional. Hingga kemarin, bantuan belum berhenti mengalir ke Filipina. Terutama bantuan pangan, air minum, dan obat-obatan. Tenaga-tenaga sukarelawan dalam bidang medis dan militer pun terus berdatangan.
Kendati demikian, Valerie Amos menuturkan bahwa bantuan yang berdatangan tersebut belum cukup. Sebab, Yolanda sudah membuat sedikitnya 4 juta warga Filipina menjadi gelandangan. Mereka kehilangan tempat tinggal dan seluruh harta benda.
’’Filipina masih membutuhkan lebih banyak bantuan. Prioritas utamanya tetap makanan, air minum, air bersih, dan tempat penampungan,’’ kata ketua Misi Kemanusiaan PBB itu.
BACA JUGA: Ledakan Pipa Tewaskan 35 Nyawa
Sejauh ini, menurut Amos, PBB sudah berhasil menghimpun dana sosial USD 348 juta atau sekitar Rp 4 triliun untuk Filipina. Selain PBB, beberapa organisasi internasional lain turut menggalang dana untuk Filipina. Sejumlah negara juga berupaya serupa. Selain bantuan finansial, organisasi-organisasi independen dan pemerintah beberapa negara menghimpun bantuan barang.
Amos menjelaskan bahwa sembilan provinsi yang lebih dari dua pekan lalu tersapu Yolanda belum bebas dari bencana. Sebab, sembilan provinsi itu harus mengalami cuaca buruk. ’’Saya sangat prihatin saat mendapati fakta bahwa sekitar 1,5 juta anak-anak terancam kekurangan gizi. Demikian juga dengan sekitar 800.000 perempuan hamil dan ibu menyusui di tempat-tempat penampungan,’’ paparnya.
BACA JUGA: Tiga Perempuan Disekap Selama Tiga Dekade
Sementara itu, para tahanan dan narapidana yang kabur dari penjara saat Yolanda menerpa mulai kembali ke penjara. Sebagian besar di antara mereka ’’pulang’’ ke penjara setelah membantu keluarga dan kerabat untuk mengatasi bencana. Pemerintah Provinsi Leyte melaporkan bahwa sekitar 600 tahanan dan narapidana Penjara Provinsi melarikan diri pada 8 November lalu.
Mereka kabur setelah supertopan itu merobohkan atap dan mengobrak-abrik bagian penjara yang dipakai untuk menahan para tahanan. Saat bencana terjadi, penjara berpengamanan ketat itu pun kebanjiran. ’’Rata-rata mereka (tahanan dan narapidana) kabur saat banjir melanda,’’ kata Fidencio Abrea, salah seorang penjaga penjara.
Tetapi, hingga kemarin 251 tahanan dan narapidana sudah kembali ke penjara. ’’Mereka yang sudah kembali kami tempatkan di bagian penjara yang rusak paling minimal,’’ jelasnya. Salah seorang tahanan yang kembali ke penjara adalah Renato Comora. Dia menyatakan kembali ke penjara karena tidak ingin kehilangan kesempatan untuk mendapat pengampunan.
Kemarin (23/11) Menteri Dalam Negeri Mar Roxas mengatakan bahwa bagian terburuk dari bencana nasional itu sudah lewat. ’’Yang terburuk sudah berlalu. Ibarat pasien, kita sudah meninggalkan ruang gawat darurat dan kini dirawat di ICU. Kondisi kita masih kritis, tapi sudah mulai stabil,’’ ujarnya optimistis. Di Leyte, beberapa toko kelontong dan pom bensin mulai beroperasi kembali. (AP/AFP/hep/c15/dos)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Korut Ancam Bumihanguskan Korsel
Redaktur : Tim Redaksi