jpnn.com, JAKARTA - Koordinator nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim menyayangkan pelarangan oleh Kemendikbud kepada guru agama untuk mewajibkan siswa menggunakan atribut sesuai keyakinan mereka.
Pasalnya, pelarangan itu justru menginjak hak guru yang dilindungi undang-undang.
BACA JUGA: Bripka Ronald Kena Sabetan Parang, Kapolsek Selamat, Dor Dor Dor
"Melarang guru Agama seperti Pendidikan Agama Islam (PAI) yang mengimbau dan mewajibkan siswa dalam pelajarannya menggunakan atribut keagamaan, justru melanggar UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan PP Nomor 74 Tahun 2008 dan PP Nomor 19 Tahun 2017 tentang Guru," terang Satriwan di Jakarta, Jumat (12/2).
Dalam regulasi tersebut, lanjutnya, guru memiliki kewenangan melakukan proses pembelajaran dan memberikan penilaian.
BACA JUGA: Praka Hendra Belanja di Kios Depan Kodim, Ada Pengendara Motor Melintas, Dor Dor, Tumbang
Pelarangan guru PAI mewajibkan atau mengimbau siswa secara terbatas dalam pelajarannya untuk menggunakan atribut agama, juga melanggar prinsip merdeka belajar yang selama ini digaungkan Kemendikbud.
"P2G menilai Kemendikbud terlampau jauh mengintervensi proses pembelajaran guru agama di kelas," ujar Satriwan.
BACA JUGA: Kemendikbud Pastikan Guru Honorer yang Diangkat Menjadi PPPK Dapat Perlindungan Kerja
P2G khawatir keputusan ini akan mengganggu proses pembelajaran.
Guru tidak lagi merdeka dan otonom dalam melaksanakan proses dan penilaian pembelajaran.
Lebih lanjut dikatakan, SKB 3 menteri (Mendikbud, Menag, Mendagri) tentang seragam sekolah sebenarnya tidak melarang guru PAI mengimbau dan mewajibkan siswanya mengenakan atribut keagamaan di dalam kelas.
P2G meminta Kemendikbud duduk bersama-sama Pemda dan organisasi profesi guru, untuk segera membuat aturan teknis pelaksana, agar SKB tidak menjadi liar tafsirannya di daerah dan sekolah.
"Yang terpenting adalah tujuan membangun karakter kebangsaan dan nilai-nilai Pancasila dalam pendidikan adalah kewajiban pokok para guru dalam proses mendidik anak bangsa," pungkas Satriwan. (esy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad