jpnn.com, JAKARTA - KPK menetapkan Bupati Kolaka Timur Andi Merya Nur sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait proyek yang dananya hibah dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Selain Andi Merya, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kolaka Timur Anzarullah juga ditetapkan tersangka.
BACA JUGA: Bupati Kolaka Timur yang Terkena OTT KPK Punya Kekayaan Sebanyak Ini
"KPK meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan dengan mengumumkan tersangka," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu (22/9).
Ghufron menjelaskan kasus ini bermula saat Bupati Kolaka Timur Andi Merya dan Anzarullah mengajukan dana hibah kepada BNPB.
BACA JUGA: Pembunuhan Ibu dan Anak di Subang, Istri Muda Yosef Buka Suara
Anggaran itu ingin digunakan untuk rehabilitasi dan rekonstruksi (RR) dan dana siap pakai (DSP) pada periode Maret hingga Agustus 2021.
Pada awal September 2021, Andi Merya dan Anzarullah menyampaikan paparan terkait pengajuan dana hibah logistik dan peralatan di Kantor BNPB, Jakarta.
BACA JUGA: Jelly Paris Bawa Kabur Duit Rp 2,8 Miliar Milik Alfamart, Begini Ceritanya
"Pemkab Kolaka Timur memperoleh dana hibah BNPB yaitu hibah relokasi dan rekonstruksi senilai Rp 26,9 miliar dan hibah dana siap pakai senilai Rp 12,1 miliar," papar Ghufron.
Anzarullah kemudian meminta Andi Merya agar beberapa proyek pekerjaan fisik yang bersumber dari dana hibah BNPB tersebut dilaksanakan oleh orang-orang yang sudah ditentukan.
Khusus untuk paket belanja jasa konsultansi perencanaan jembatan dua unit di Kecamatan Ueesi senilai Rp 714 juta dan belanja jasa konsultansi perencaaan pembangunan seratus unit rumah di Kecamatan Uluiwoi senilai Rp 175 juta akan dikerjakan oleh Anzarullah.
Andi Merya Nur menyetujui permintaan Anzarullah tersebut. Dan Anzarullah sepakat akan memberikan fee kepada sebesar 30 persen.
Selanjutnya Andi Merya memerintahkan Anzarullah untuk berkoordinasi langsung dengan Dewa Made Ramawan selaku Kabag ULP agar memproses pekerjaan perencanaan lelang konsultan dan mengunggahnya ke LPSE sehingga perusahaan Anzarullah dimenangkan serta ditunjuk menjadi konsultan perencana pekerjaan dua proyek tersebut.
Sebagai realisasi kesepakatan, Andi Merya diduga meminta uang sebesar Rp 250 juta atas dua proyek pekerjaan yang akan didapatkan Anzarullah tersebut.
Anzarullah kemudian menyerahkan uang sebesar Rp 25 juta lebih dahulu kepada Andi Merya.
"Dan sisanya sebesar Rp225 juta sepakat akan diserahkan di rumah pribadi AMN (Andi Merya Nur) di Kendari," ungkap Ghufron.
Anzarullah selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan, Andi Merya selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (tan/jpnn)
Yuk, Simak Juga Video ini!
Redaktur : Rah Mahatma Sakti
Reporter : Fathan Sinaga