jpnn.com, JAKARTA - Pengamat hukum pidana Universitas Jayabaya Umar Husin mengatakan, korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) hanya salah satu contoh kasus megakorupsi.
Karenanya dia tidak terlalu kaget saat kasus e-KTP itu muncul ke permukaan.
BACA JUGA: Setnov Masih Saksi, Golkar Perlu Gelar Munaslub
Dia mengatakan, kalau korupsi sektor minyak dan gas dibongkar mungkin akan muncul kasus lebih besar.
"Ini banyak sekali kasus yang megakorupsi," kata Umar dalam diskusi Partai Politik dan Budaya Korupsi di Jakarta, Senin (24/4).
BACA JUGA: Bang Yorrys Yakin Banget Setnov Segera Dijerat KPK
Dia menjelaskan, kasus korupsi yang besar bukan yang ada di DPR. Sebab, DPR tidak mengelola anggaran yang besar.
"Apa sih korupsi di DPR? Tapi karena masyarakat sudah diarahkan ke DPR, jadi DPR yang disorot terus," katanya.
BACA JUGA: Angket DPR ke KPK Berpotensi Jadi Alat Koruptor
Umar menegaskan, justru kasus yang besar adalah di eksekutif. Dia menegaskan, potensi penyelewengan dan korupsi di eksekutif lebih besar. Sebab, dari sisi anggaran yang dikelola eksekutif itu lebih besar daripada DPR.
Namun Umar mengakui eksekutif lebih sulit disentuh dalam kasus korupsi. Memang belum ada penelitian pasti yang bisa mengetahui penyebabnya.
Dia mengatakan, sulit menemukan korupsi di birokrasi karena mereka lebih tahu dan lebih ahli menyembunyikan.
Misalnya soal temuan Badan Pemeriksa Keuangan, yang sah-sah menemukan ada unsur korupsi, tapi bisa berubah menjadi pelanggaran administratif.
Sebaliknya, jika BPK menyatakan tidak ada unsur korupsi, maka dicari-carilah potensi penyelewengannya.
Dia mengatakan, kebanyakan kasus korupsi yang dibongkar bukan karena kepintaran jaksa dan KPK. Menurut dia, kasus korupsi banyak berawal dari kekecewaan orang dekat pelaku yang kemudian melaporkan kepada penegak hukum.
Dalih penegak hukum biasanya menyebut bahwa itu merupakan laporan dari masyarakat.
"Itu kemudian yang membuat (korupsi lain) yang tidak ketahuan lebih banyak," katanya. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Garap Kakak dan Adik Andi Narogong
Redaktur & Reporter : Boy