jpnn.com, JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami aliran uang dugaan korupsi tukin di Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Ditjen Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) dengan memeriksa dua saksi.
Aliran uang itu dipelajari penyidik dengan memeriksa dua saksi dari pihak swasta, yakni Muhammad Rian dan Fajar Permana. Mereka diperiksa pada Senin (21/8) di Gedung Merah Putih KPK.
BACA JUGA: Lagu Pengkhianat Karya Prananda Prabowo, tentang Jokowi atau Budiman Sudjatmiko?
"Kedua saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan adanya penyetoran uang secara tunai ke rekening bank milik tersangka CHP (Christa Handayani Pangaribowo)," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa (22/8).
Walakin, lembaga antirasuah itu belum memerinci berapa nominal uang yang disetorkan ke rekening CHP, maupun peran para saksi dalam dugaan transaksi tersebut.
BACA JUGA: Tarif Tol Naik, Irwan Fecho: Ekonomi Pemerintahan Jokowi Sedang Tidak Meroket
Sebelumnya, pada Kamis (15/6) lalu, KPK menahan dan menetapkan 10 orang tersangka kasus dugaan korupsi tunjangan kinerja (tukin) tahun anggaran 2020 hingga 2022 di Kementerian ESDM.
Para tersangka ialah Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar/Subbagian Perbendaharaan Priyo Andi Gularso (PAG), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Novian Hari Subagio (NHS), dan staf PPK Lernhard Febian Sirait (LFS).
BACA JUGA: Presiden PKS Beri Sinyal Begini Soal Wacana Ganjar Berduet dengan Anies
Selanjutnya, Bendahara Pengeluaran Christa Handayani Pangaribowo (CHP), PPK Haryat Prasetyo (HP), Operator SPM Beni Arianto (BA), Penguji Tagihan Hendi (H), Petugas Pengelolaan Administrasi Belanja Pegawai (PPABP) Rokhmat Annashikhah (RA), dan Pelaksana Verifikasi dan Perekaman Akuntansi Maria Febri Valentine (MFV), dan Bendahara Pengeluaran Abdullah (A).
Konstruksi Kasus Korupsi Tukin di Kementerian ESDM
Kasus itu berawal ketika Kementerian ESDM merealisasikan pembayaran belanja pegawai berupa tunjangan kinerja (tukin) dengan total sebesar Rp 221.924.938.176 selama tahun 2020 hingga 2022.
Selama periode itu, para pejabat perbendaharaan serta pegawai lainnya di lingkup Bagian Keuangan Ditjen Mineral KESDM, yakni tersangka LFS dan kawan-kawan yang berjumlah 10 orang diduga telah memanipulasi dan menerima pembayaran tunjangan kinerja yang tidak sesuai ketentuan.
Konon proses pengajuan anggarannya diduga tidak disertai dengan data dan dokumen pendukung, serta melakukan sejumlah manipulasi, seperti pengondisian daftar rekapitulasi pembayaran dan daftar nominatif.
Tersangka PAG juga meminta LFS agar "dana diolah untuk kita-kita dan aman", kemudian "menyisipkan" nominal tertentu kepada 10 orang secara acak dan pembayaran ganda atau lebih kepada 10 orang yang telah ditentukan.
Akibat manipulasi tersebut, jumlah tunjangan kinerja yang seharusnya dibayarkan naik dari Rp 1.399.928.153 menjadi Rp 29.003.205.373.
Selisih pembayaran sebesar Rp 27.603.277.720 tersebut diduga diterima dan dinikmati para tersangka dan digunakan untuk pemeriksa BPK RI sejumlah sekitar Rp 1,035 miliar.
Lalu, untuk dana taktis untuk operasional kegiatan kantor, keperluan pribadi seperti kerja sama umrah, sumbangan nikah, THR, pengobatan, serta pembelian aset berupa tanah, rumah, "indoor volley", mes atlet, kendaraan, serta logam mulia.
Akibat penyimpangan tersebut, negara mengalami kerugian sekitar Rp 27,6 miliar.
KPK kemudian melakukan pemulihan aset dan hingga saat ini telah menerima pengembalian uang sebesar Rp 5,7 miliar serta logam mulia seberat 45 gram dari para tersangka.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.(antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam