jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik Emrus Sihombing mengatakan hukuman mati bagi koruptor memang memungkinkan berlaku di Indonesia bila sudah ada pasal dalam suatu undang-undang, seperti yang terjadi pada kasus narkoba, perampokan, teroris, pencurian, dan kesusilaan.
Menurut Emrus, persoalannya adalah mungkinkah pemerintah bersama DPR berhasil merumuskan UU hukuman mati terhadap koruptor di masa periode kedua pemerintahan Presiden Jokowi. "Tentu jawabnya sangat sulit diwujudkan. Mengapa? Persoalannya sangat kompleks sekali," katanya, Selasa (10/12) malam.
BACA JUGA: Waketum Gerindra Dukung Jokowi Realisasikan Hukuman Mati Koruptor
Hanya saja, Emrus berpandangan setidaknya ada tiga hal yang bisa mengganjal pemberlakuan hukuman mati bagi para koruptor. Pertama, tren dunia saat ini, terutama negara maju yang lebih beradab menuju kesepakatan penghapusan hukuman mati.
Kedua, lembaga hak asasi manusia (HAM) internasional selalu memperjuangkan hak asasi manusia, terutama hak hidup seseorang sebagai warga dunia, yang merupakan hak asasi, paling mendasar setiap manusia. Sebab, kehidupan yang dimiliki seseorang bukanlah pemberian manusia terhadap manusia lainnya. "Artinya, kehidupan seseorang jauh lebih berharga daripada tindakan yang dilakukannya sekalipun melanggar UU sebagai buatan manusia," paparnya.
BACA JUGA: Komnas HAM Tolak Hukuman Mati untuk Koruptor
Ketiga, ujar dia, Pancasila sebagai dasar negara, yang itu bisa dilihat pada sila kedua yang terkait keberadaban. Karena itu, Indonesia sangat menjungjung tinggi keadaban di semua hal, terutama jaminan untuk hidup seseorang dari negara. "Itulah salah satu hakikat nilai dari turunan sila kedua Pancasila yaitu Kemanusiaan yang Adil dan Beradab," katanya.
Karena itu, Emrus menegaskan Indonesia sejatinya bergerak naik keadabannya dari waktu ke waktu. Bangsa beradab harus menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan itu sendiri, tentu termasuk penghapusan hukuman mati.
BACA JUGA: Pakar Anggap PDIP Salah Langkah soal Rocky Gerung
Untuk membangun keadaban itu, maka tingkat pendidikan, standar moral kemanusiaan, HAM, etika, kejujuran harus menjadi keutamaan dalam proses pembangunan dan perubahan yang terjadi di Indonesia.
Dia menyatakan lalu bagaimana memberi efek jera kepada pelaku korupsi agar tidak mengulangi perbuatannya dan sekaligus mendidik anggota masyarakat lainnya supaya tidak melakukan korupsi.
Nah, kata Emrus, dari aspek hukum dan sosiologi serta lebih rasional, maka perlu dilakukan hukuman tambahan atau pemberatan misalnya dengan kerja sosial bersih-bersih taman Monas dan halaman Istana selama setahun dengan mengenakan baju tahanan warna oranye bertuliskan nama lengkap, modus korupsinya, dan jumlah kerugian negara dengan huruf warna putih.
"Kemudian menyita semua kekayaan milik keluarga inti (pemiskinan), serta mencabut hak politiknya minimal selama 20 tahun ke depan," pungas direktur eksekutif EmrusCorner itu. (boy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Boy