jpnn.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan status tersangka terhadap Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) Bintan Wilayah Kota Tanjungpinang Den Yealta.
Den Yaelta diduga melakukan tindak pidana korupsi terkait pengelolaan kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas wilayah Kota Tanjungpinang pada 2016-2019.
BACA JUGA: Ssst, Salah Satu Tersangka Kasus Korupsi Cukai Rokok dan Miras Tiba di KPK, Siapa Dia?
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Brigjen Asep Guntur Rahayu mengatakan sekitar Desember 2015, Ditjen Bea dan Cukai mengirimkan surat resmi perihal evaluasi penetapan barang kena cukai (BKC) ke KPBPB yang berisi, antara lain teguran pada BP Bintan terkait jumlah kuota rokok.
BP Bintan termasuk BP Tanjungpinang pada 2015, telah melebihi dari yang seharusnya di mana sesuai ketentuan besaran kuota rokok hanya sebesar 51,9 juta batang.
BACA JUGA: Usut Kasus Pencucian Uang Rafael Alun, KPK Periksa eks Pejabat Ditjen Pajak Amri Zaman
"Sedangkan besaran kuota rokok yang diterbitkan, sebesar 359, 4 juta batang dengan kalkulasi selisih sebesar 693 persen," kata Asep dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat (11/8).
Selama Den Yaelta menjabat, realisasi jumlah kuota hasil rokok telah melebihi dari kebutuhan wajar setiap tahunnya, dengan ditandatanganinya 75 surat keputusan (SK) kuota.
BACA JUGA: KPK Pastikan Kasus Gaya Hedon Pj Bupati Bombana Masih Diproses
"Dengan kebijakan DY (Den Yaelta) tersebut, telah menguntungkan berbagai perusahaan pabrik dan distributor rokok yang seharusnya membayarkan cukai dan pajak atas kelebihan jumlah rokok," kata Asep.
Untuk pemenuhan kuota rokok di wilayah Kota Tanjungpinang, Den sama sekali tidak menghitung dan menentukan jumlahnya sebagaimana pertimbangan kebutuhan secara wajar.
Den secara sepihak membuat mekanisme penentuan kuota rokok dengan menggunakan data yang sifatnya asumsi di antaranya data perokok aktif, kunjungan wisatawan, dan jumlah kerusakan barang.
"Selain itu, DY juga tidak melibatkan staf dalam penyusunan aturan perhitungan kuota rokok sehingga hasil perhitungannya tidak dapat dipertanggungjawabkan, adanya jatah titipan kuota rokok disertai penetapan kuota rokok untuk beberapa perusahaan pabrik rokok lebih dari satu kali dalam satu tahun anggaran," kata Asep.
Perbuatan Den melanggar ketentuan di antaranya, UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan Pasal 105 ayat (2c) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 120/PMK.04/2017 tentang Tata Laksana Pemasukan dan Pengeluaran Barang Ke Dan Dari Kawasan Yang Telah Ditetapkan Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas dan Pembebasan Cukai.
"Atas tindakannya tersebut, DY menerima uang dari beberapa perusahaan rokok dengan besaran sejumlah sekitar Rp4,4 Miliar dan Tim Penyidik masih akan terus mendalami penerimaan uang-uang lainnya," kata Asep.
Akibat perbuatan Den tersebut, diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar Rp296, 2 miliar.
KPK juga menahan Den selama 20 hari pertama terhitung 11-30 Agustus 2023 di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih.
Den disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (tan/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kamerad Minta KPK Proses Mafia Proyek di Kemenhub
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga