KPAI Dorong Perpres Sekolah Ramah Anak Segera Ditetapkan

Sabtu, 21 Juli 2018 – 15:02 WIB
KPAI

jpnn.com, JAKARTA - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendorong percepatan Preraturan Presiden (Perpres) tentang Sekolah Ramah Anak (SRA). Ini terkait tingginya kasus kekerasan yang terjadi di lingkungan sekolah.

Komisioner KPAI Retno Listyarti mengungkapkan, saat ini dari 260 ribu sekolah jenjang SD hingga SMA/sederajat baru 8000-an sekolah yang mendeklarasikan diri sebagai Sekolah Ramah Anak (SRA).

BACA JUGA: KPAI: Usut Kasus Kekerasan Terhadap Siswi di Mojokerto

Prepres SRA akan melibatkan kementerian terkait dalam pelaksanaannya yaitu Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

Kehadiran Perpres SRA diharapkan mampu memutus mata rantai kekerasan di sekolah dan menjamin tumbuh kembang anak berdasarkan pemenuhan hak-hak anak dalam lima kluster Kovensi Hak Anak (KHA). Perpres SRA selama dua tahun terakhir mandek pembahasannya.

BACA JUGA: Masa Orientasi Sekolah, Enyahkan Kekerasan dan Perundungan

"Kasus kekerasan fisik yang dialami Dwi Aprilia, siswa SMA di Mojokerto yang menderita kelumpuhan setelah menjalani hukuman squat jump di sekolahnya lantaran terlambat datang ke kegiatan ekstrakurikuler Unit Kegiatan Kerohanian Islam (UKKI) di sekolahnya, harus dijadikan momentum bersama mempercepat ditandatanganinya Perpres SRA oleh presiden," beber Retno, Sabtu (21/7).

KPAI, lanjutnya akan meminta Dinas Pendidikan Kabupaten Mojokerto untuk memeriksa pihak sekolah dan menegakan aturan jika sekolah terbukti lalai dalam melindungi peserta didik dari kekerasan. Di samping melakukan pengawasan lapangan untuk bertemu korban dan keluarganya, mengunjungi sekolah untuk meminta kronologi kejadian dan siapa saja yang terlibat.

BACA JUGA: Sejumlah Pengaduan PPDB 2018 Masuk KPAI

"Kami akan berkoordinasi dengan pihak pemerintah daerah Mojekerto terkait rehabilitasi kesehatan korban yang harus melibatkan Dinas Kesehatan Mojokerto dan rehabilitasi pskologis (karena korban mengalami trauma) dengan melibatkan Dinas PPPA dan P2TP2A kabupaten Mojokerto. Pembiayaan pengobatan dan pemulihan korban seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah," pungkasnya.(esy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Sistem Zonasi PPDB 2018 Diapresiasi


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler