jpnn.com, JAKARTA - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melayangkan protes terhadap Dinas Pendidikan Provinsi Bengkulu yang mempermasalahkan kebijakan Kepala SMAN 3 Kabupaten Seluma.
"Jangan hukum kepala sekolah yang melakukan diskresi untuk melayani PJJ selama pandemi Covid-19," kata Komisioner KPAI Retno Listyarti dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (10/9).
BACA JUGA: KPAI Ikut Dihujat soal Istilah Anjay, Bu Retno Bereaksi
Retno menjelaskan bahwa KPAI menerima pengaduan dari Kabupaten Seluma, Provinsi Bengkulu terkait diskresi izin pembelian Lembar Kerja Sekolah (LKS) oleh SMAN 3 Seluma.
Pembelian LKS oleh siswa dimaksud sebagai pengganti modul, karena adanya hambatan pembelajaran di masa pandemi atau dalam situasi darurat.
BACA JUGA: KPAI Sebut Masalah Ini Mengancam Keselamatan Siswa dan Guru
Diskresi itu dibuat karena banyak siswa yang tidak bisa PJJ daring karena tidak memiliki alat, tidak mampu membeli kuota dan bahkan sinyal yang tidak stabil.
"Ironisnya, niat baik kepala sekolah dan jajarannya berujung pemeriksaan oleh Dinas Pendidikan Provinsi Bengkulu karena dianggap melanggar sejumlah aturan," ucap Retno.
BACA JUGA: KPAI: Tindak Tegas Oknum Pejabat Negara yang Mencabuli Anak!
Aturan yang dimaksud adalah Permendiknas Nomor 2 Tahun 2008 tentang larangan penjualan buku dan Peraturan Pemerintah No. 17 tahun 2020 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.
Atas dasar kedua aturan tersebut, maka Kepsek dan jajarannya harus menjalani proses pemeriksaan atau di-BAP oleh jajaran Disdik Provinsi Bengkulu.
"Alih-alih membantu peserta didik dan pendidik dalam mengatasi PJJ secara daring, Dinas Pendidikan Provinsi Bengkulu justru lebih bersemangat memeriksa sekolah yang melakukan diskresi karena kedaruratan PJJ di masa pandemi Covid 19," ucap mantan kepala SMAN 3 DKI Jakarta ini.
Retno menjelaskan, dalam keterangannya kepada KPAI, Kepala SMAN 3 Kabupaten Seluma menjelaskan bahwa pihaknya tidak memaksakan pembelian LKS tersebut.
Namun, mempersilahkan anak-anak yang tidak bisa melakukan pembelajaran daring karena berbagai hambatan, untuk menggunakan LKS sebagai pengganti modul.
Agar siswa mudah mendapatkan LKS yang dimaksud, kepala sekolah memang mengizinkan penerbit menitipkan pada guru mata pelajaran di sekolahnya.
“Ini murni karena kedaruratan saja, niat kami hanya ingin setiap anak dapat terlayani pembelajaran di masa pandemic ini,” ujar Nihan, kepala SMAN 3 Seluma kepada Retno Listyarti, Komisioner KPAI.
Kebijakan yang dilakukan oleh Kepala SMAN 3 Seluma dapat dikategorikan sebagai diskresi.
Istilah diskresi diartikan sebagai 'kebebasan bertindak' atau keputusan yang diambil atas dasar penilaian sendiri.
"Sebagai manajer sekolah, maka kepala sekolah lebih memahami kondisi sekolahnya, sehingga keputusannya mengizinkan penggunaan LKS adalah upaya mengatasi masalah hambatan dalam PJJ daring," tegas Retno.
Otonomi Sekolah Di Masa Pandemi
Retno juga menerangkan bahwa kasus diskresi pihak SMAN 3 Seluma yang menyiapkan LKS dari penerbit dan menetapkan LKS sebagai pengganti modul dalam kondisi darurat pembelajaran di masa pandemi sebenarnya merupakan otonomi sekolah sebagaimana diatur dalam UU RI no. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
Dalam UU Sisdiknas tersebut, otonomi sekolah diartikan sebagai keleluasaan yang diberikan pemerintah kepada setiap lembaga persekolahan untuk mengelola pelaksanaan pembelajaran sesuai karakteristik lembaga tersebut, dengan tetap mengacu kepada tujuan pendidikan nasional.
"Penggunaan LKS sebagai pengganti modul di masa pandemik adalah upaya mencerdaskan peserta didik dengan melayani pembelajaran dalam kondisi penuh keterbatasan," jelas Retno.
Terlebih sampai dengan Rabu (9/9), pihak SMAN 3 Seluma dan seluruh sekolah di kabupaten itu belum menerima modul yang dibuat sesuai kurikulum darurat oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) RI.
Seandainya modul sudah didistribusi ke daerah, lanjut Retno, mungkin kasus yang menimpa SMAN 3 Seluma tidak akan terjadi. Pihak sekolah pasti tidak perlu menggunakan LKS dalam melayani PJJ anak-anak yang tidak bisa mengikuti pembelajaran daring selama pandemi.
Dia menekankan bahwa diskresi yang dilakukan Kepala SMAN 3 Seluma dengan menyediakan LKS dan memberikan izin penggunaan LKS sebagai pengganti modul dalam kondisi darurat Covid 19 saat ini adalah upaya melindungi kepentingan umum.
"Oleh karena itu seharusnya Dinas Pendidikan Provinsi Bengkulu menggunakan unsur pemaaf dalam kasus ini, bukan malah menekan sekolah. Kepentingan peserta didik untuk terlayani pembelajaran semestinya menjadi pertimbangan utama,” pungkas Retno. (fat/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam