KPI Ingatkan Kominfo soal Putusan MK atas UU Penyiaran

Jumat, 06 Desember 2013 – 04:01 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengingatkan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) untuk segera melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas uji materi Undang-Undang No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, terkait pasal tentang praktik monopoli dan pemindahtanganan frekuensi Lembaga Penyiaran Swasta (LPS). KPI beralasan, putusan MK yang bersifat final dan mengikat harus dilaksanakan pemerintah.

Ketua KPI Pusat, Judhariksawan menyatakan, pascaputusan MK atas UU Penyiaran pada Oktober 2012 silam, pemerintah ternyata tak kunjung melaksanakannya. "Tidak ada implementasi atas keputusan MK itu. Ini masalahnya dan ini yang harus dijalankan oleh pemerintah,” katanya dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (5/12).

BACA JUGA: Anas: Nazar Yang Perintahkan Ignatius Urus Sertifikat Hambalang

Sebelumnya, MK pada Oktober tahun lalu mengeluarkan putusan yang isinya memerintahkan pemerintah dan KPI untuk menjalankan amanah UU Penyiaran secara konsisten. Putusan MK itu sebagai jawaban atas permohonan uji materi atas Pasal 18 ayat (1) dan Pasal 34 ayat (4) dalam UU Penyiaran yang diajukan Koalisi Independen untuk Demokratisasi Penyiaran  (KIDP).

KIDP mendasarkan gugatannya pada kasus akuisisi PT Elang Mahkota Teknologi (EMTK) terhadap Indosiar. Padahal, EMTK sudah memiliki SCTV yang melakukan siaran secara nasional dan O Channel yang menjadi televisi lokal di wilayah DKI.  

BACA JUGA: Problem Konstitusi Dinilai Hambat Anggota DPD Bekerja

MK pun dalam putusannya memerintahkan pemerintah dan KPI menertibkan praktik-praktik monopoli dan pemindahtanganan frekuensi  Lembaga Penyiaran Swasta yang dilakukan oleh perseorangan atau satu badan hukum. Selain itu, MK juga memerintahkan pemerintah untuk segera menelusuri besaran kepemilikan saham lembaga penyiaran swasta yang  telah melakukan praktik monopoli dan pemindahantanganan frekeensi. MK beralasan, praktik-praktik itu muncul bukan akibat persoalan konstitusi, melainkan akibat gagalnya pemerintah dan KPI menjalankan UU Penyiaran.

Judhariksawan pun mengakui, kewenangan KPI tidak menjangkau pada persaingan usaha. Menurutnya, KPI hanya bisa mengeluarkan legal opinion bahwa monopoli kepemilikan, akuisisi dan aksi korporasi oleh Lembaga Penyiaran Swasta untuk menguasai frekuensi tidak dibenarkan.

BACA JUGA: KPK Dalami Sengketa Pilkada Palembang dan Empat Lawang

Meski demikian, kataJudhar, KPI tidak akan menempuh upaya untuk memidanakan pihak-pihak yang melanggar UU Penyiaran. Alasannya, karena KPU tak mau menabrak semangat reformasi yang mengedepankan kebebasan pers.

Ditegaskannya, KPI hanya bisa mengingatkan Kominfo untuk bersikap. "Soal sanksi atau pidana, itu menjadi ranah pemerintah,” kelitnya.

Kalaupun menjatuhkan sanksi, katanya, KPI bisa memiliki opsi sanksi administrasi dan denda. "Seperti di negara lain, ternyata sanksi denda bisa membuat jera dan cukup efektif, karena terkait penghasilan mereka," ulasnya.

Terpisah, Koordinator KIDP Eko Maryadi mengatakan bahwa hanya ada satu tafsir tunggal atas larangan bagi lembaga penyiaran swasta memindahkan izin penyelengaraan siaran maupun frekeuensi. "UU Penyiaran tidak multitafsir. UU itu melarang seseorang atau badan hukum memiliki dan menguasai lebih dari satu lembaga penyiaran swasta di satu daerah. UU Penyiaran juga melarang pemindatanganan izin penyelenggaraan siaran, dalam arti dijual atau dialihkan kepada badan hukum lainnya," katanya.

Menurutnya, putusan MK itu harusnya memperkuat kepastian hukum di bidang penyiaran. "Dengan demikian, ke depan tidak ada lagi pihak-pihak yang melakukan aksi bisnis dengan menabrak UU Penyiaran," pungkasnya.(jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Politisi PPP Berharap Capres Diusung Didasari Integritas


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler