KPK Ajukan Banding Terhadap Vonis Ringan Markus Nari

Selasa, 03 Desember 2019 – 18:13 WIB
Anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar Markus Nari saat dihadirkan pada pesidangan perkara e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta pada 4 April 2017. Foto: Ricardo/JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan banding atas vonis yang dijatuhkan Pengadilan Tipikor Jakarta terhadap terdakwa kasus korupsi proyek e-KTP Markus Nari.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah menjelaskan, langkah itu ditempuh karena berbagai pertimbangan.

BACA JUGA: Enam Tahun Bui untuk Markus Nari Sang Terdakwa Korupsi e-KTP

Sebab, jaksa merasa tuntutan soal uang hasil korupsi belum diakomodasi lewat putusan hakim.

"Pada prinsipnya, pertimbangan banding dilakukan agar uang hasil korupsi dapat kembali ke masyarakat secara maksimal melalui mekanisme uang pengganti. Kaena dalam putusan Pengadilan Tipikor itu, tuntutan uang pengganti yang dikabulkan baru berjumlah USD 400 ribu. Uang ini merupakan uang yang diduga diterima terdakwa dari Andi Narogong di dekat Stasisun TVRI Senayan," kata Febri dalam keterangan yang diterima, Selasa (3/11). .

BACA JUGA: Jaksa KPK Minta Politikus Golkar Markus Nari Divonis 9 Tahun Penjara

Sedangkan dugaan penerimaan lain, lanjut Febri, yaitu USD 500 ribu saat ini, belum diakomodasi di putusan tingkat pertama tersebut.

Febri mengatakan penuntut umum KPK meyakini dugaan penerimaan dari Andi Narogong melalui keponakan mantan Ketua DPR Setya Novanto, Irvanto di ruang Rapat Fraksi Golkar. Hal itu terbukti di pengadilan.

"Oleh karena itu, KPK mengajukan banding. Karena KPK cukup meyakini seharusnya terdakwa terbukti menerima USD 900 ribu atau setara lebih dari Rp 12 miliar sehingga uang tersebut diharapkan nantinya dapat masuk ke kas negara," kata Febri.

Selain itu, lanjut Febri, KPK juga berharap penanganan kasus korupsi e-KTP tersebut bisa membongkar secara maksimal bagaimana persekongkolan aktor politik dan birokrasi dalam mengondisikan sejak awal proyek triliunan rupiah itu.

Sejak tahap penyusunan anggaran, perencanaan proyek hingga implementasi.

Apalagi e-KTP merupakan sesuatu yang sangat vital bagi administrasi kependudukan dan merupakan kepentingan seluruh masyarakat Indonesia.

"Oleh karena itu, dukungan dari semua pihak untuk pekerjaan panjang ini sangat dibutuhkan," imbuhnya.

Sebelumnya, pada putusan Pengadilan Tipikor Jakarta, mantan anggota DPR dari Golkar, Markus Nari dijatuhi hukuman penjara selama enam tahun dan denda Rp 300 juta subsider tiga bulan kurungan.

Tak hanya itu, Markus Nari juga diwajibkan membayar uang pengganti‎ senilai USD 400 ribu, serta dicabut hak politiknya selama lima tahun pascamenjalani pidana pokok. (tan/jpnn)


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler