jpnn.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meyakini mantan Bupati Buton Samsu Umar Abdul Samiun alias Umar Samiun tidak bebas di putusan tingkat Mahkamah Agung (MA).
Meski belum menerima salinan putusan peninjauan kembali (PK), KPK berkeyakinan MA tidak akan mengabulkan PK Umar itu.
BACA JUGA: Ucapan Jokowi Dikritik Pimpinan KPK, Stafsus Presiden Langsung Klarifikasi
"Salinan putusan PK untuk terdakwa Umar Samiun belum kami terima. Mungkin sedang dalam proses. Tapi, KPK sudah koordinasi dengan pihak humas MA," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Jumat (13/12).
Diketahui MA mengabulkan PK yang diajukan penyuap Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar itu. Masa hukuman Umar dari tiga tahun sembilan bulan menjadi tiga tahun.
BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Revisi UU ASN tentang PPPK hingga Rencana Jokowi Terkait Nasib Guru
Febri juga mengklarifikasi informasi sumir soal vonis bebas Umar Samiun. Pernyataan tersebut dilontarkan oleh kuasa hukum Umar, Dian Farizka.
"Jadi informasi yang seolah-olah mengatakan putusan PK di MA terhadap terdakwa Umar Samiun adalah vonis bebas, tidak benar," katanya.
Febri mengungkapkan informasi yang benar adalah pada putusan PK tetap, terdakwa melakukan korupsi, yaitu melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a UU Tipikor dan dijatuhi hukuman pidana penjara tiga tahun dan denda Rp 150 juta. Putusan telah dijatuhkan pada Kamis (12/12) oleh Majelis Hakim yang dipimpin Suhadi.
Umar Samiun mengajukan permohonan PK dalam kasus suap sengketa Pilkada Kabupaten Buton di Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2011. Saat sidang PK di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 11 April 2019, Umar mengajukan PK karena memiliki bukti baru dan adanya kekeliruan hakim.
Umar Samiun sebelumnya divonis tiga tahun sembilan bulan penjara dan denda Rp 150 juta subsider tiga bulan.
Dia dinyatakan terbukti menyuap mantan Ketua MK Akil Mochtar terkait perkara sengketa Pilkada Kabupaten Buton di MK pada 2011.
Umar memberikan uang sebesar Rp 1 miliar ke Akil. Suap itu diduga untuk memengaruhi putusan akhir perkara MK Nomor: 91-92/PHPU.D-IX/2011 tanggal 24 Juli 2012 tentang perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di Kabupaten Buton Tahun 2011.
Umar awalnya kalah dalam Pilkada Bupati Buton pada 2011. Atas keputusan tersebut, Umar Samiun mengajukan gugatan ke MK.
MK mengeluarkan putusan sela yang menyatakan perlu dilakukan pemungutan suara ulang. Hasilnya, Umar Samiun dan Bakry mendapat perolehan suara sah terbanyak. Setelah kemenangan itu, Akil disebut menagih uang ke Umar. (tan/jpnn)
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga