KPK Buka Peluang Periksa Lagi Ketua Demokrat Sumut Terkait Kasus Korupsi DJKA

Kamis, 08 Agustus 2024 – 18:45 WIB
Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika. Foto: Fathan

jpnn.com, JAKARTA - Kasus dugaan korupsi proyek pembangunan dan perbaikan rel kereta api di Jawa, Sumatera, dan Sulawesi di Direktorat Jenderal Kereta Api (DJKA) Kementerian Perhubungan tahun anggaran 2021-2022 masih terus diusut.

KPK membuka peluang memeriksa lagi Ketua DPD Partai Demokrat Sumut Muhammad Lokot Nasution (MLN) dalam perkara tersebut.

BACA JUGA: Pakar: Jika Ada Alat Bukti yang Mengaitkan, KPK Bisa Periksa Kembali MLN dalam Kasus DJKA

Dalam kasus ini, Lokot sebelumnya sudah pernah diperiksa KPK sebagai saksi pada akhir Februari 2024 silam.

Lokot diperiksa sebagai saksi dalam kapasitas sebagai PPK dalam Paket Pekerjaan Pekerjaan Penanganan Amblesan Jalan KA di KM.114+500-KM.115+000 antara Cempaka-Negararatu Lintas Tarahan-Tanjung Enim dan Paket Pekerjaan Pembangunan Drainase Beton di Jalur Double Track KM.165+949-KM.171+949 antara Cempaka-Giham Lintas Tarahan-Tanjung Enim dan PPK pada Satker Lampung.

BACA JUGA: Usut Kasus Korupsi di DJKA, KPK Periksa Sejumlah Pihak Swasta

"Peluang (memeriksa lagi Lokot) selalu ada selama ada petunjuk dan alat bukti yang mendukung," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika kepada wartawan pada Kamis (8/8/2024).

Nama Lokot pernah disebut sebagai penerima suap dalam putusan pengadilan untuk terdakwa Zufikar Fahmi yang merupakan Direktur PT Putra Kharisma Sejahtera.

BACA JUGA: KPK Soal Opsi Panggil Saksi MLN dalam Kasus DJKA, Ini Kata Jubir

Lokot bersama sejumlah orang disebut menerima suap sebesar Rp 9,3 miliar dalam kurun waktu Januari 2012 hingga April 2023.

Zulfikar sendiri sudah divonis bersalah dan dihukum empat tahun penjara. Namun, Lokot dan sejumlah nama lainnya yang disebut sebagai penerima suap dari Zulfikar belum ditetapkan sebagai tersangka hingga sekarang.

Tessa menyampaikan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dapat menggunakan semua informasi di dalam persidangan, bila menilai informasi terkait dapat mendukung proses pembuktian perkara yang sedang berjalan.

Bila tidak berhubungan langsung dengan perkara yang sedang disidangkan, menurutnya, JPU dapat membuat laporan pengembangan penuntutan sebagai bahan laporan kepada pimpinan untuk diputuskan kemudian.

"Atau disampaikan kepada penyidik bila informasi tersebut dibutuhkan dalam mendukung penanganan perkara penyidikan yang sedang berlangsung," katanya.

KPK membongkar kasus dugaan korupsi di DJKA Kemenhub melalui OTT pada April 2023 lalu. Saat itu, lembaga antirasuah langsung menetapkan 10 orang tersangka dan melakukan penahanan terkait dengan kasus dugaan korupsi proyek pembangunan dan perbaikan rel kereta api di Jawa, Sumatera, dan Sulawesi.

Enam tersangka berperan sebagai penerima suap. Yakni Direktur Prasarana Perkeretaapian Harno Trimadi; PPK BTP Jabagteng Bernard Hasibuan; Kepala BTP Jabagteng Putu Sumarjaya; PPK BPKA Sulsel Achmad Affandi; PPK Perawatan Prasarana Perkeretaapian Fadliansyah; dan PPK BTP Jabagbar Syntho Pirjani Hutabarat.

Sedangkan empat tersangka selaku pemberi suap yaitu Direktur PT Istana Putra Agung Dion Renato Sugiarto; Direktur PT Dwifarita Fajarkharisma Muchamad Hikmat; Direktur PT KA Manajemen Properti sampai dengan Februari 2023 Yoseph Ibrahim; dan VP PT KA Manajemen Properti Parjono.

Mereka sudah diadili dan dijatuhi hukuman oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Dalam pengembangannya, KPK telah menetapkan lebih dari sepuluh tersangka lagi dalam kasus suap terkait jalur kereta api di lingkungan DJKA Kemenhub. 

KPK menyebut bahwa para tersangka berasal dari berbagai latar belakang, termasuk Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kemenhub, dua perusahaan korporasi, dan satu individu dari sektor swasta.(ray/jpnn)


Redaktur & Reporter : Budianto Hutahaean

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler