jpnn.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai harus segera memberi kepastian hukum terhadap PT Duta Graha Indah (DGI) yang kini menjadi PT Nusa Kontruksi Enjiniiring Tbk (DGIK) , korporasi yang sebelumnya ditetapkan oleh lembaga antirasuah sebagai tersangka pada Juli lalu.
Paling tidak menurut Ketua Masyarakat Investor Sekuritas (MISSI) Sanusi, hal tersebut penting untuk memberi kepastian terhadap nasib karyawan dan investasi ribuan investor ritel DGI di pasar modal.
BACA JUGA: KPK Diminta Unjuk Gigi Usut Dugaan Korupsi Bupati Merauke
“Proses hukum terhadap korporasi jangan digantung, apalagi ini adalah perusahaan publik yang punya ribuan karyawan dan investor. Investor berharap KPK bisa mengambil langkah hukum yang positif bagi semua,” ujar Sanusi di Jakarta, Jumat (27/10).
Pandangan senada juga dikemukakan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada Eddy S. O. Hiariej. Menurutnya, proses hukum terhadap korporasi harus berlangsung efektif dan efisien.
BACA JUGA: Digelandang ke Rutan KPK, Bupati Nganjuk Minta Maaf
Dalam kasus DGI sebagai korporasi, proses hukumnya bisa dilakukan bersamaan dengan peradilan mantan Direktur Utama DGI Dudung Purwadi.
Dudung dinilai melakukan tindak pidana korupsi terkait proyek pemerintah. Yaitu proyek pembangunan RS Udayana Bali dan proyek Wisma Atlet di Palembang, yang di kerjakan oleh DGI.
BACA JUGA: Dugaan Jual Beli SK CPNS di KBB Dilaporkan ke KPK
“Sudah banyak kasus di mana direksinya menjadi tersangka, kasus korporasinya juga diputus bersamaan. Kasus Asian Agri dan IM2 bisa menjadi contoh, jadi sudah ada yurisprudensinya,” kata Eddy.
Dalam kasus PT Asian Agri, Tax Manager Asian Agri dihukum, korporasinya juga divonis bersalah dan harus mengembalikan uang Rp 2,5 triliun.
Sementara ketika Dirut PT IM2 divonis bersalah, sebagai korporasi, anak usaha PT Indosat ini juga langsung dihukum denda oleh majelis hakim. Padahal status IM2 saat itu tidak menjadi tersangka.
Proses persidangan terhadap Dudung diketahui bakal memasuki tahap akhir. Jaksa KPK direncanakan akan membacakan tuntutan pada Senin (30/10) mendatang. Dudung sebelumnya disangkakan melanggar pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 Jo Pasal 18 ayat 1 UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pencantuman pasal 18 ayat 1 UU Tipikor dalam dakwaan merupakan hal baru. Pasalnya, selama proses penyidikan Dudung hanya disangkakan melanggar pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 UU Tipikor.
Eddy menilai, masuknya pasal 18 ayat 1 UU Tipikor dalam dakwaan Dudung karena Jaksa ingin menyatukan kasus ini dan kasus korporasi yang menimpa DGI dalam satu berkas penuntutan.
“Tidak ada salahnya jika dalam tuntutan nanti selain menuntut dirutnya, juga dituntut PT DGI sebagai korporasi,” kata Eddy.
Untuk diketahui, Pasal 18 ayat 1 UU Tipikor berkaitan dengan ketentuan uang pengganti dalam perkara tindak pidana korupsi. DGI sendiri telah memberikan uang titipan kepada KPK sebesar Rp 39 miliar.
Dana ini diberikan sebagai sikap proaktif perusahaan bila nantinya pengadilan memustuskan adanya penggantian uang negara akibat tindak pidana yang dilakukan.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jokowi Tunda Densus Tipikor, Polri Bakal Tempuh Rencana Ini
Redaktur & Reporter : Ken Girsang