jpnn.com - JAKARTA - Presidium Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera turun tangan mengawasi Korp Lalu Lintas (Korlantas) Polri dan PT Indoaluminium Intikarsa Industri untuk memastikan dihentikannya proses pengadaan bahan baku Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) TA 2014, menyusul Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT. TUN) DKI Jakarta yang membatalkan keputusan Kakorlantas Polri tentang Penetapan Pemenang Tender Bahan Baku TNKB.
Hal ini dia nilai penting dilakukan untuk mencegah kerugian negara yang lebih besar dan terjadinya tindakan Korupsi. “Siapapun boleh melakukan pemantauan terhadap kasus ini. Kalau KPK mau turun tangan, itu lebih baik, silahkan. Toh ini masuk dalam ranah kewenangan KPK,” kata Boyamin di Jakarta, Rabu (8/10).
BACA JUGA: Polri Kirim Sampel DNA Orang Tua Mayang ke Australia
Sebelumnya, Majelis Hakim PT. TUN DKI Jakarta, memutuskan Kakorlantas telah melanggar Perpres No. 54 tahun 2010 Jo. Perpres No. 70 tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dalam membuat surat keputusan Kakorlantas Polri No. Kep/20/III/2014, tanggal 27 Maret 2014 tentang Penetapan Pemenang Pengadaan Bahan Baku TNKB Korlantas Polri Tahun Anggaran 2014 senilai 431 Miliar yang memenangkan PT. Indoalumunium Intikarsa Industri.
Dalam Amar Putusan yang dibacakan Ketua Majelis Hakim Didik Andy Prastowo,SH.MH juga memerintahkan kepada Kepala Korlantas Polri selaku Tergugat untuk membuka kembali (mengulang) proses lelang Pengadaan Bahan Baku TNKB Korlantas Polri TA. 2014 tersebut.
BACA JUGA: Ketua IKKII Akui Dapat Perintah Transfer Uang dari Istri Romi Herton
Boyamin mengapresiasi putusan Majelis Hakim PT TUN yang telah berani memutus perkara ini dengan objektif. “Karena dari awal banyak kejanggalan dalam proses tender TNKB ini. Termasuk soal krediblitas pemenang tender tersebut (PT. Indoaluminium Intikarsa-red). Jika pasca Putusan PT. TUN, ternyata proses ini nekat dilanjutkan maka kami akan membuat laporan ke (KPK) dan Propam Polri,” ujarnya.
Menurutnya, Korlantas harus menghormati perintah pengadilan itu. Sebagai aparat penegak hukum, polisi harus memberi contoh yang baik. Artinya, ketika ada perintah pengadilan, maka polisi wajib mematuhi keputusan lembaga penegak hukum yang lain. “Dalam konteks ini, untuk mencegah semakin banyaknya gugatan maka Kolantas memang seharusnya menghentikan proses tender itu, mau nggak mau,” sarannya.
BACA JUGA: Mantan Kepala BKKBN Dukung Pembentukan Kementerian Kependudukan
Dia mengaku, Korlantas memang bisa saja mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) karena tidak puas. Tetapi apapun, putusan PT TUN ini sifatnya administrasi dalam konsteks gugatan perdata ganti rugi. Karena itu, Kolantas harus mematuhi keputusan PT TUN ini. “Sembari menunggu proses hukum selanjutnya maka proses tender ini harus status quo dulu. Hal ini penting untuk mencegah terjadinya kerugian negara yang lebih besar lagi," ujarnya.
"Kalau ternyata gugatan mereka kalah di kasasi, pemborong yang merasa dirugikan ini bisa menuntut ganti rugi. Misalnya, tuntutan ganti rugi keuntungan 10 persen dan tuntutan ganti rugi keterlambatan. Ini artinya, negara rugi dua kali lipat. Ini seakan-akan negara harus membayar pemborong yang mengerjakan dan pemborong yang menang tetapi tidak mengerjakan proyek itu. Negara bayar double kerugian,” pungkasnya. (fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Inilah Harta Kekayaan Zulkifli Hasan
Redaktur : Tim Redaksi