jpnn.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memutuskan memberhentikan penyidikan kasus dugaan suap pengajuan revisi alih fungsi hutan di Riau tahun 2014 yang menjerat pemilik Darmex Group/ Duta Palma Group Surya Darmadi.
Penghentian kasus suap ini tertuang dalam surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dengan nomor Sprin.Henti.Dik/28A/DIK.00/01/06/2024 tanggal 14 Juni 2024.
BACA JUGA: TPDI Sinyalir KPK Tutupi Peran Bobby dan Kahiyang dalam Kasus IUP Blok Medan
Dalam surat itu, KPK beralasan menghentikan kasus suap Surya Darmadi karena tidak cukup bukti.
"Dengan ini diberitahukan bahwa pada hari Jumat, tanggal 14 Juni 2024 telah dilakukan penghentian penyidikan dengan alasan tidak cukup bukti," tulis poin 2 SP3 tersebut yang dikutip, Senin (12/8).
BACA JUGA: Usut Kasus Pencucian Uang, KPK Panggil eks Presiden Lippo Group Eddy Sindoro
KPK beralasan tidak cukup bukti menjerat Surya Darmadi dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 5 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 KUHP.
KPK menyampaikan penghentian kasus ini kepada pihak Surya Darmadi melalui Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan Nomor B/360/DIK.00/23/06/2024.
BACA JUGA: Kejagung Tarik 10 Jaksa dari KPK, Ada Ali Fikri
Dikonfirmasi mengenai penghentian penyidikan kasus Surya Darmadi ini, Jubir KPK Tessa Mahardhika membenarkannya.
"Kalau SP3-nya benar. Kalau surat di atas saya belum tahu,” kata Tessa.
Selain di KPK, Surya Darmadi diketahui dijerat Kejaksaan Agung (Kejagung) atas kasus dugaan penyerobotan lahan di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu). Dalam kasus tersebut, Surya Darmadi terbukti bersalah dan dihukum 16 tahun pidana penjara di tingkat kasasi Mahkamah Agung (MA). Tak hanya itu, Surya Darmadi juga dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp 2,2 triliun.
KPK menyidik kasus suap Surya Darmadi ini sejak 2019 silam. Selain Surya Darmadi, dalam kasus suap ini, KPK juga menjerat Legal Manager PT Duta Palma Group, Suheri Terta dan anak usaha PT Duta Palma Group, Duta Palma Satu.
Kasus suap ini bermula dari Surat Keputusan Menteri Kehutanan (SK Menhut) nomor 673/2014 yang ditandatangani Menhut saat itu, Zulkifli Hasan pada 8 Agustus 2014. SK Zulhas tersebut tentang perubahan peruntukan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan seluas 1.638.249 hektare; perubahan fungsi kawasan hutan seluas 717.543 hektare; dan penunjukan bukan kawasan hutan menjadi kawasan hutan seluas 11.552 ha di Provinsi Riau. SK Menhut tersebut diserahkan Zulkifli kepada Gubernur Riau saat itu, Annas Maamun saat peringatan HUT Riau pada 9 Agustus 2014.
Atas pidato Zulhas, Annas Maamun memerintahkan SKPD terkait untuk menelaah kawasan hutan dalam peta yang menjadi lampiran surat keputusan menteri kehutanan tersebut. Suheri yang mengurus perizinan terkait lahan perkebunan mllik Duta Palma Group langsung mengirimkan surat kepada Annas Maamun untuk memintanya mengakomodasi lokasi perkebunan PT Palma Satu, PT Panca Agro Lestari, PT Banyu Bening, PT Seberida Subur yang berlokasi di Kabupaten Indragiri Hulu dalam RTRW Provinsi Riau. Annas Maamun segera menindaklanjuti permintaan tersebut dan memerintahkan bawahannya untuk 'membantu dan mengadakan rapat'.
Annas Maamun kemudian membuat disposisi yang isinya memerintahkan wakil gubernur Riau saat itu untuk segera mengadakan rapat bersama SKPD terkait. Sebulan kemudian atau September 2014, Surya Darmadi, Suheri, Gulat Manurung dan SKPD Pemprov Riau menggelar pertemuan untuk membahas permohonan perubahan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan atas kawasan perkebunan milik Duta Palma Group atau dengan kata lain agar wulayah perkebunan itu dikeluarkan dari peta kawasan hutan di Riau.
Untuk memuluskan hal ini, Surya Darmadi diduga menawarkan fee kepada Annas Maamun melalui Ketua Asosiasi Petani Kela Sawit Indonesia Gulat Manurung jika areal perkebunan perusahaannya masuk dalam revisi SK Menteri Kehutanan tentang perubahan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan. Berikutnya, dalam sebuah rapat di kantor gubernur, Annas Maamun memerintahkan bawahannya yang bertugas di Dinas Kehutanan untuk memasukan lahan atau kawasan perkebunan yang diajukan oleh tersangka Suheri Terta dan Surya Darmadi dalam peta Iampiran surat Gubernur yang telah ditandatangani sehari sebelumnya.
Setelah perubahan peta tersebut ditandatangani Annas Maamun, Suheri diduga menyerahkan uang sebesar Rp 3 miliar kepada Gulat Manurung untuk diberikan kepada Annas. Uang tersebut diberikan agar Annas Maamun memasukan lokasi perkebunan Duta Palma Group yang dimohonkan tersangka Suheri dan Surya Darmadi ke dalam Peta Lampiran Surat Gubernur Riau tanggal 17 September 2014 tentang Revisi Usulan Perubahan Luas Kawasan Bukan Hutan Riau di Provinsi Riau.
Dengan surat Gubernur Riau tersebut diduga selanjutnya perusahaan-perusahaan itu dapat mengajukan Hak Guna Usaha untuk mendapatkan ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil) sebagai syarat sebuah perusahaan melakukan ekspor kelapa sawit ke luar negeri. (tan/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... NCW Laporkan Cak Imin yang Jadikan Istri Timwas Haji ke KPK
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga