KPK Incar Penggunaan Hutang Luar Negeri

Total Rp 450 triliun, Hanya 44 Persen Dimanfaatkan Sesuai Aturan

Rabu, 18 Februari 2009 – 18:32 WIB

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai mempermasalahkan hutang luar negeri RIParahnya, tidak ada angka pasti tentang jumlah hutang luar negeri karena setia instansi pemerintah menyodorkan angka yang berbeda.

Wakil Ketua KPK Haryono Umar mengatakan, dari hasil pertemuan dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terungkap bahwa pinjaman luar negeri yang dilakukan pemerintah berlangsung sejak tahun 1967

BACA JUGA: Golkar Target Dongkrak Suara 3% per Bulan

hingga 2005, ternyata hanya 44 persen dimanfaatkan sesuai aturan
“Sedangkan 56 persen utang luar negeri sisanya tak dimanfaatkan,” ujar Haryono di KPK, Rabu (18/2).

Haryono menyebutkan, menurut catatan BPK hutang luar negeri RI mencapai Rp 450 triliun

BACA JUGA: Mabes Polri Selidiki Kematian Jurnalis Radar Bali

Namun menurut Bank Indonesia, hutang liur negeri Ri hanya Rp 443 triliun
Belum lagi hitungan lender (pemberi pinjaman) beda lagi

BACA JUGA: Putusan MK Sarat Muatan Politis

Tapi kisaran angkanya memang segitu (Rp 450 triliun),” bebernya.

Haryono justru menilai, meski rutin meminjam ke luar negeri namun pemerintah-dalam hal ini Bappenas dan Departemen Keuangan- tidak memiliki strategi penggunaan pinjaman (borrowing strategy).

Karenanya, Haryono mengeluhkan tidak adanya sumber informasi yang handal dan akurat tentang jumlah hutang luar negeti RIUntuk itu, KPK ingin segera meminta penjelasan pada pemerintah seperti BI, Bappenas dan Departemen Keuangan“Yang kita khawatirkan, kalau negara punya dana nganggur tapi malah pinjam," katanya

Lebih lanjut Haryono memaparkan, sampai 25 Juli 2008 terdapat 2.214 perjanjian utang negara senilai Rp 917,06 triliunDari jumlah itu, katanya, baru 66 perjanjian dengan nilai Rp 45,29 triliun yang sudah diperiksa BPKKe-66 perjanjian itu digunakan untuk membiayai proyek di kementerian dan lembaga negara lain.

Namun dari hasil pemeriksaan atas ke-66 perjanjian itu pula, diketahui sebesar Rp 438,47 miliar tak dimanfaatkan secara optimal“Keuangan negara juga harus membayar Rp 36,38 miliar untuk menanggung biaya asuransi, biaya komitmen dan jasa bank yang dipersyaratkan dalam naskah perjanjianDitambah lagi beban Rp 2,02 triliun akibat pembayaran utang yang terlambat,” imbuhnya.(pra/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kwik Siap Bantu Prabowo


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler