KPK Jebloskan Tersangka Korupsi Shelter Tsunami NTB ke Sel Tahanan

Senin, 30 Desember 2024 – 23:01 WIB
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hadirkan dua orang tersangka kasus dugaan korupsi proyek pembangunan shelter tsunami Nusa Tenggara Barat tahun 2014, dalam konferens pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (20/12/2024). ANTARA/Fianda Sjofjan Rassat

jpnn.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan dua orang tersangka kasus dugaan korupsi proyek pembangunan shelter tsunami di kawasan Pelabuhan Bangsal, Kabupaten Lombok Utara, Provinsi Nusa Tenggara Barat tahun anggaran 2014.

Kedua tersangka tersebut adalah Pejabat Pembuat Komitmen proyek pembangunan tempat evakuasi sementara/shelter tsunami Kabupaten Lombok Utara periode 2014 Aprialely Nirmala (AN) dan pensiunan BUMN Karya bernama Agus Herijanto (AH) selaku Kepala proyek pembangunan tempat evakuasi sementara/shelter tsunami Kabupaten Lombok Utara.

BACA JUGA: KPK Usut PSBI, Misbakhun: Tak Ada Transferan Dana dari BI ke Anggota Komisi XI DPR RI

"Kedua tersangka atas nama AN dan AH dilakukan penahanan selama 20 (dua puluh) hari terhitung mulai 30 Desember 2024 sampai dengan tanggal 18 Januari 2025," kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (30/12).

Asep menerangkan perkara tersebut berawal pada 2012, saat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyusun rencana pengurangan risiko bencana tsunami yang di dalamnya mencakup perencanaan kerja di antaranya pembangunan shelter.

BACA JUGA: Petrus Sebut Hasto Tumbal Politik, KPK Jadi Tunggangan Partai Perorangan Jokowi

Dalam rencana tersebut disebutkan bahwa tempat evakuasi sementara/shelter tsunami tersebut harus tahan terhadap gempa dengan kekuatan 9 Skala Richter (SR) dengan pagu anggaran sebesar Rp23.268.000.784.

Namun dalam pelaksanannya, tersangka AN selaku PPK menurunkan spesifikasi tanpa kajian yang dapat dipertanggungjawabkan.

BACA JUGA: Soal KPK Berpeluang Panggil Megawati, Ronny PDIP: Kejauhan dan Terlalu Dipaksakan

Perubahan desain maupun penurunan spesifikasi yang dilakukan oleh AN antara lain:

1. Menghilangkan balok pengikat antarkolom pada elevasi 5 meter. Padahal, dalam dokumen perencanaan terdapat balok pengikat ke seluruh kolom dalam bangunan pada elevasi 5 meter, namun ternyata diubah hanya mengikat di sekeliling bangunan saja.

2. Mengurangi jumlah tulangan dalam kolom, di mana pada perencanaan awal sebanyak 48 dikurangi menjadi 40.

3. Mengubah mutu beton dari dari perencanaan awal K-275 menjadi K-225.

Kemudian pada 29 Juli 2018, terjadi gempa bumi berkekuatan 6,4 SR. Pusat gempa berada di kedalaman 13 km dan berada di darat 47 km arah timur laut Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Selanjutnya pada 5 Agustus 2018, terjadi gempa bumi berkekuatan 7,0 SR. Kondisi shelter tersebut rusak berat dan tidak bisa digunakan untuk berlindung.

Hasil penilaian fisik oleh Tim Ahli Institut Teknologi Bandung (ITB) juga menyatakan pada saat terjadi bencana shelter mengalami kegagalan bangunan sehingga tidak dimanfaatkan pada kondisinya saat ini.

Berdasarkan temuan yang disebutkan di atas, penyidik menyatakan telah menemukan bukti yang cukup tentang dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh tersangka AN dan AH.

Keduanya dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. (antara/jpnn)

Yuk, Simak Juga Video ini!

BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Buka Peluang Memanggil Megawati, Said PDIP: Jangan Menggiring Opini Lebih Maju


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
KPK   shelter tsunami   NTB   PPK  

Terpopuler