jpnn.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan wiraswasta Dadang Suganda alias DSG sebagai tersangka kasus rasuah pengadaan ruang terbuka hijau (RTH) di Kota Bandung pada 2012.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengungkapkan, status hukum untuk Dadang merupakan hasil pengembangan penyidikan terhadap mantan Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Kota Bandung Herry Nurhayat serta dua eks legislator bernama Tomtom Dabbul Qomar dan Kemal Rasad.
BACA JUGA: Mendagri-Kepala BPN Sepakat Pangkas Calo Tanah
"Berdasarkan bukti permulaan yang cukup, KPK membuka penyidikan baru pada tanggal 16 Oktober 2019 dengan tersangka DSG," kata Febri dalam konferensi pers di kantornya, Kamis (21/11).
KPK menduga Dadang dan Kadar Slamet menjadi makelar proyek pengadaan tanah untuk RTH di Kota Bandung pada 2012. Dari praktik percaloan itu Dadang diduga memperoleh keuntungan sekitar Rp 30 miliar.
BACA JUGA: Tantangan Benny Demokrat buat KPK Terkait Laporan Jokowi soal Megakorupsi
Kasus itu bermula pada 2011 saat Wali Kota Bandung Dada Rosada menetapkan lokasi pengadaan lahan seluas 10 ribu meter persegi untuk RTH. Dalam pembahasan RAPBD 2012 di Badan Anggaran DPRD Kota Bandung, anggaran yang diusulkan untuk pengadaan RTH adalah Rp 15 miliar.
Namun, setelah pembahasan RAPBD ada empat anggota DPRD Kota Bandung yang kala itu meminta penambahan anggaran. Alasannya adalah untuk menambah lokasi RTH.
"Besar penambahan anggarannya dari yang semula Rp 15 miliar menjadi Rp 57,21 miliar untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2012," tutur Febri.
Namun, ada dugaan lahan untuk lokasi RTH sudah disiapkan terlebih dahulu. Penambahan lokasi RTH itu pun diduga untuk memperoleh keuntungan.
"Sekitar September 2012, diajukan kembali penambahan anggaran dari Rp 57 miliar menjadi Rp 123, 93 miliar. Total anggaran yang telah direalisasikan adalah Rp 115,22 miliar di tujuh kecamatan yang terdiri dari 210 bidang tanah," katanya.
Dalam proses pengadaan lahan itu, Pemerintah Kota Bandung tidak membeli langsung dari pemilik tanah. Di situlah Kadar Slamet dan Dadang Suganda menjadi makelarnya.
Dadang menjadi makelar lantaran memiliki kedekatan dengan Edi Siswadi selaku Sekda Kota Bandung saat itu. Arkian, Edi Siswadi memerintahkan Herry Nurhayat membantu Dadang dalam proses pengadaan tanah tersebut.
Dadang kemudian membeli tanah pada pemilik tanah atau ahli waris dengan harga yang lebih murah ketimbang nilai jual objek pajak (NJOP). "Setelah tanah tersedia, Pemerintah Kota Bandung membayarkan Rp 43,65 miliar pada DGS. Namun DGS hanya memberikan Rp 13,5 miliar pada pemilik tanah," kata Febri.
Dari Rp 30 miliar keuntungan yang diperoleh Dadang, sebanyak sekitar Rp 10 miliar diberikan kepada Edi Siswadi. Uang tersebut digunakan untuk menyuap hakim Pengadilan Negeri Kota Bandung yang menangani perkara korupsi bansos.
Dalam kasus suap hakim, Edi telah divonis bersalah. Hukumannya adalah 8 tahun pidana penjara.
Kini, KPK menjerat Dadang dengan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.(tan/jpnn)
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga