jpnn.com - JAKARTA - Dua putusan banding berbeda dialami terdakwa korupsi yang diusut Komisi Pemberantasan Korupsi. Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengurangi vonis terdakwa Direktur Utama PT Windu Tunggal Utama Abdul Khoir. Namun, pada putusan perkara lain PT DKI Jakarta memperberat vonis untuk mantan anggota Komisi VII DPR Dewie Yasin Limpo.
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan enggan berkomentar. Dia menegaskan, pada dasarnya KPK menginginkan terdakwa korupsi mendapatkan hukuman berat.
BACA JUGA: Kalangan Pengusaha Adukan Kebijakan BP Batam ke Wapres
Namun, ia menyadari bahwa semua merupakan kewenangan hakim. KPK tidak ingin masuk ke ranah tersebut.
"Pada adasarnya sih kami menginginkan hukuman yang berat. Tapi, itu wewenang dari hakim. Mungkin kami tidak masuk ke ranah itu," kata Basaria, Rabu (2/11).
BACA JUGA: Sebagian Massa Ormas dari Babel Naik Lion Pagi Ini
Lebih lanjut, ia enggan mengomentari lagi soal putusan berbeda dua perkara suap tersebut. Saat ditanya apakah karena status Abdul Khoir sebagai justice collaborator membuat hukumannya menjadi ringan, Basaria hanya mengatakan, "Pertimbangan dari hakim itu saya rasa sudah cukup. Saya tidak masuk ke sana."
Seperti diketahui, PT DKI Jakarta menerima banding yang diajukan KPK atas vonis Khoir. Hakim mengurangi putusan Khoir dari empat menjadi 2,5 tahun penjara. Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta sebelumnya menghukum Khoir empat tahun penjara.
BACA JUGA: Informasi Penting untuk Calon Penumpang KA 4 November
Dia dinyatakan bersalah menyuap empat anggota Komisi V DPR Damayanti Wisnu Putranti, Budi Supriyanto, Andi Taufan Tiro, Musa Zainudin serta Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional IX Maluku dan Maluku Utara Amran Mustari. Suap diberikan terkait proyek pengembangan jalan di Maluku dan Maluku Utara lewat program aspirasi anggota Komisi V DPR.
Di sisi lain, PT DKI Jakarta memperberat hukuman Dewie Yasin Limpo. Dewie awalnya divonis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta enam tahun penjara. Namun, PT DKI Jakarta memperberat hukuman menjadi delapan tahun penjara. Dewie didenda Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan. Bahkan, hak politik Dewie Limpo juga dicabut.
Ini berbeda dengan putusan Hakim Pengadilan Tipikor yang tak mencabut hak politik mantan politikus Partai Hanura itu. Dewie Limpo bersama anak buahnya, Wahyuhadi dan Rinelda Bandaso divonis bersalah menerima SGD 177.700 dari Kepala Dinas ESDM kabupaten Deiyai, Papua Irenius Adii dan pengusaha pemilik PT Abdi Bumi Cendrawasih Setiadi Jusuf. Suap diberikan agar Dewie mengupayakan anggaran pembangunan pembangkit listrik di Kabupaten Deiyai, Papua.(boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Inilah Kasus-kasus Penistaan Agama dan Cara Penyelesaiannya
Redaktur : Tim Redaksi