jpnn.com - JAKARTA - Kinerja penyidik KPK dipertanyakan karena belum mengintensifkan pemeriksaan terhadap Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Hedijanto W Husaini. Hedijanto diduga terlibat suap anggaran Kemenpupera yang menjerat anggota Komisi V DPR Damayanti Wisnu Putranti terkait proyek jalan negara atau trans di Maluku.
Koordinator Analysis Anggaran Negara Center for Budget Analysis (CBA), Astrit Muhaimin mempertanyakan karena KPK hanya sebatas memanggil sang dirjen, tanpa tindaklanjut.
BACA JUGA: Kursus Singkat BPI KPN-PN: Bukan Sekadar soal Korupsi
“Aneh bin heran mengapa Dirjen Bina Marga “belum diapa-apakan' hanya sebatas dipanggil saja oleh KPK," kata Astrit Muhaimin, Jumat (26/2).
CBA menduga, aroma penyimpangan anggaran dalam proyek pembuatan dan pelebaran jalan negara yang dikerjakan Bina Marga sangat kuat. Astrit mengatakan, dugaan korupsi proyek pembangunan jalan juga berlangsung sistematis.
BACA JUGA: Ini Cara Cepat Membatalkan Perda Bermasalah
Ia mengatakan, melihat cara kerjanya yang rapi, maka diduga kuat dikendalikan oleh orang yang sangat berpengaruh atau pengambil keputusan di Bina Marga.
"Penyimpangan anggarannya sistematis yang dilakukan orang-orang pintar di Ditjen Bina Marga," kata Astrit.
BACA JUGA: Soal PSSI, Istana Minta Bersabar Sampai Besok
CBA coba menelisik modus penyimpangan anggaran di Ditjen Bina Marga yang sistematis, bahkan bisa terjadi pada anggaran baru. Pada 2016, total alokasi anggaran sebesar Rp 42,3 triliun untuk urusan jalan. Padahal pada 2015, hanya sebesar Rp 37,9 triliun. Itu artinya, jelas Astrid, alokasi anggaran untuk jalan dari 2015 ke 2016 mengalami kenaikan sebesar Rp 4,3 triliun. Kenaikan total anggaran untuk memperbaiki jalan ini berimbas pada kenaikan harga satuan per kilometer.
Astrit menduga adanya kenaikan harga satuan ini sebagai salah satu modus korupsi dalam perencanaan dan realisasi proyek pada Ditjen Bina Marga atau Kementerian PUPR. Sebab, kenaikan harga satuan ini akan sangat menguntungkan pihak pegawai Ditjen Bina Marga.
“Atau bisa juga diduga kenaikan harga itu akan menjadi makanan empuk untuk dikorup secara diam diam," kata Astrit menduga.
Ia mencontohkan, perbandingan harga 1 kilometer dari 2015 ke 2016. Pertama, pada 2016 ada pelebaran jalan sepanjang 1.365 km dengan alokasi anggaran sebesar Rp 8,3 triliun. Dengan demikian, harga pelebaran jalan sepanjang 1 km sebesar Rp 6,1 miliar.
Sebaliknya, lanjut dia, pada 2015 harga pelebaran jalan sepanjang 1 km hanya sebesar Rp 5,8 miliar. Jadi, tegas Astrit, ada kenaikan harga pelebaran jalan dari tahun 2015 ke 2016 sebesar Rp 257. Kedua, pada 2016 ada pembangunan jalan sepanjang 768 km dengan akokasi anggaran sebesar Rp 6,2 triliun. Dengan demikian, harga pembangunan jalan sepanjang 1 km Rp 8 milar. Sebaliknya pada 2015, harga pembangunan jalan sepanjang 1 km hanya sebesar Rp 7,2 miliar. Jadi, ada kenaikan harga pembangunan jalan dari 2015 ke 2016 sebesar Rp 703 juta.
Ketiga, pada 2016, ada pembangunan jalan bebas hambatan atau tol sepanjang 28 km, dengan alokasi anggaran sebesar Rp 2,9 triliun. Dengan demikian, harga pembangunan jalan bebas hambatan atau tol sepanjang 1 km sebesar Rp 104 miliar. Padahal pada 2015, harga pembangunan jalan bebas hambatan sepanjang 1 km sebesar Rp 119 miliar. Jadi, ada penurunan harga pembangunan jalan bebas hambatan atau tol dari 2015 ke 2016 sebesar Rp 15,4 miliar. Karenanya, CBA menilai alokasi anggaran untuk perbaikan atau pelebaran jalan sangat mahal
"Akan tetapi, jika kekuatan jalan raya tidak tahan sampai satu tahun, dan langsung rusak atau berlubang, maka CBA menilai bahwa hal itu disebabkan adanya dugaan penyimpangan anggaran yg sistematis yang dilakukan orang orang pintar di Ditjen Bina Marga," pungkasnya. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Gubernur Ogah Batalkan, Mendagri Ancam Ambil Alih
Redaktur : Tim Redaksi