jpnn.com - JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut kasus dugaan suap yang menjerat Rektor Unila Karomani.
Lembaga antikorupsi itu mengindikasikan bahwa pemberi suap kepada Rektor Unila Karomani tidak hanya satu orang. KPK pun akan mengusut dugaan adanya pihak lain yang memberi suap kepada Karomani.
BACA JUGA: KPK Jebloskan Konsultan Pajak Perusahaan Haji Isam ke Rutan
"Secara logika dan konstruksi perkara ini tidak mungkin satu orang (penyuap),” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di kantornya, Jakarta, Kamis (25/8).
KPK sudah menetapkan seorang pemberi suap kepada Karomani sebagai tersangka. Dia adalah Andi Desfiandi (AD) yang merupakan pihak swasta. AD sebagai salah satu keluarga calon peserta seleksi mahasiswa baru melalui jalur mandiri di Unila diduga memberikan Rp 150 juta. Sebab, anggota keluarganya tersebut dinyatakan lulus atas bantuan Karomani
BACA JUGA: Geledah Rumah Rektor Unila, KPK Temukan Dolar dan Sejumah Bukti
Ali Fikri menjelaskan bahwa barang bukti yang telah ditunjukkan dari kegiatan tangkap tangan terhadap Karomani dan kawan-kawan hampir Rp 5 miliar.
Selain itu, KPK juga telah mengamankan uang tunai sekitar Rp 2,5 miliar dari penggeledahan di rumah KRM dan pihak-pihak lain yang terkait kasus.
BACA JUGA: 8 Fakta Rektor Unila Ditangkap KPK, Modus Meraup Uang Miliaran dari Jalur Mandiri, Parah!
"Kalau hari ini bertambah Rp 2,5 miliar berarti ada Rp 7,5 miliar yang kemudian indikasi adanya penerimaan di dalam suap jalur mandiri ini," tuturnya.
KPK bakal mengusut terhadap pihak lainnya yang diduga memberi suap kepada KRM. "Oleh karena itu, nanti tunggu. Kami harap bersabar karena setiap pengembangannya pasti kami akan sampaikan, kami publikasikan sebagai bentuk transparansi kerja-kerja KPK," ucap Ali Fikri.
KPK telah menetapkan empat tersangka kasus suap penerimaan mahasiswa baru di Unila. Tiga tersangka selaku penerima suap ialah Karomani (KRM), Wakil Rektor I Bidang Akademik Unila Heryandi (HY), dan Ketua Senat Unila Muhammad Basri (MB). Tersangka pemberi suap adalah Andi Desfiandi (AD).
Dalam konstruksi perkara, KPK menyebut KRM yang menjabat Rektor Unila periode 2020-2024, memiliki wewenang terkait mekanisme Seleksi Mandiri Masuk Universitas Lampung (Simanila) Tahun Akademik 2022.
Selama proses Simanila berjalan, KPK menduga KRM aktif terlibat langsung dalam menentukan kelulusan dengan memerintahkan HY, Kepala Biro Perencanaan dan Hubungan Masyarakat Unila Budi Sutomo, dan MB untuk menyeleksi secara "personal" terkait kesanggupan orang tua mahasiswa.
Apabila ingin dinyatakan lulus maka calon mahasiswa dapat "dibantu" dengan menyerahkan sejumlah uang, selain uang resmi yang dibayarkan sesuai mekanisme yang ditentukan ke pihak universitas.
Selain itu, KRM juga diduga memberikan peran dan tugas khusus bagi HY, MB, dan Budi Sutomo untuk mengumpulkan sejumlah uang yang disepakati dengan pihak orang tua calon mahasiswa baru.
Besaran uang itu jumlahnya bervariasi mulai dari Rp 100 juta sampai Rp 350 juta untuk setiap orang tua peserta seleksi yang ingin diluluskan.
Seluruh uang yang dikumpulkan KRM melalui Mualimin dari orang tua calon mahasiswa itu berjumlah Rp 603 juta dan telah digunakan untuk keperluan pribadi KRM sekitar Rp 575 juta.
KPK juga menemukan adanya sejumlah uang yang diterima KRM melalui Budi Sutomo dan MB yang berasal dari pihak orang tua calon mahasiswa yang diluluskan KRM atas perintah KRM.
Uang tersebut telah dialihkan dalam bentuk menjadi tabungan deposito, emas batangan, dan masih tersimpan dalam bentuk uang tunai dengan total seluruhnya sekitar Rp 4,4 miliar. (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Kusdharmadi